Asep tersenyum sendiri melihat betapa susahnya Cempaka berusaha menelungkupkan satupun kunang-kunang dengan telapak tangannya, berlari tergopoh ketika satu upaya gagal dan mengejar yang lain. akan ia patri dalam ingatannya mengenai momen ini, kelak ketika ia sudah menjadi juru gambar, cita-citanya, akan ia lukiskan pada selembar kanvas sebagai sebuah prasasti.
Asep mendadak bangun ketika setitik Banaspati menyembul dari balik lebat pohon bambu bergerak mendekati Cempaka, ia berteriak keras memperingati dan melompat menyebrang sungai, namun sadar betul ia terlalu jauh untuk menggapai dan menyelamatkannya. tumbukan antara makhluk jahanam dengan pujaannya mengeluarkan dentum yang keras, tetiba semua menjadi terang karena ledakan, semua begitu cepat, tak terelakan.
Cempaka hangus terbakar, sosoknya dikerumun kunang-kunang dan entah bagaimana melenyapkan jasad lalu berhamburan ke langit malam, Asep hanya terpaku sementara jemari kakinya mulai tergigit gigil dingin sungai berkelabut halimun. Ia berharap halimun membawanya menyusul Cempaka meski ia tahu hal itu muskil terjadi. dalam selimut kedinginan ini, kebisuan menyimpan sebuah tragedi dan biasanya diluar logikamu.
"lalu selanjutnya gimana si Asep?" seloroh tanyamu.
"Asep hanyalah kisah, dan cerita cintanya menjadi dongeng jengah yang berulang kita dengarkan dengan cerita yang berbeda."
"maksudnya?"
"mungkin kau akan menemukan dongeng lain yang membuatmu takjub bila menyibak kebisuan para pendongeng." Dan aku pamit.
Pancoran, 5/02/2020