Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Pelarian

25 Juli 2012   08:44 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:38 192 0

Indah berlari sekuat tenaga, menantang terik pada Jum’at seperti biasa. Indah tidak lagi memperdulikan peluh yang telah membasahi wajah dan tubuhnya, beban berat yang ia panggul semakin menyiksa dan menciptakan rasa nyeri yang tidak terperi pada tengkuk dan seluruh pundaknya. Tapi Indah bersikeras, ia meyakinkan dirinya bahwa ia sanggup, bahwa ia kuat, bahwa ia tegar, meski ia sadar bahwa kekuatan yang ia miliki tak mampu lagi menahan sergapan lelah yang memaksanya segera kolaps, memintanya agar beristirahat sejenak saja. But she persist!

Setiap langkah larinya yang kesekian, Indah mengenang jejak-jejak yang ia tinggalkan sudah, jejaknya penuh warna, namun sebagian besar ia tahu warna itu darah, dan ia tahu kakinya terluka. Menyedihkan untuk memperhatikan keteguhan yang Indah miliki untuk berlari. Ia terlalu memaksakan dirinya, hingga lupa bahwa ia bukan seorang perempuan yang mampu untuk itu. Otot-otot pada kakinya mungkin telah mengeluarkan banyak asam amino karena bekerja diluar batas, mungkin seluruh sel pada tubuhnya memberontak minta oksigen dengan keadaan tenang dan nyaman, bodohnya Indah terus saja berlari. Kasihan, ia perlu ruang, ia perlu tempat, tetapi siapa yang tahu dimana ruang itu yang ia inginkan sangat, dimana tempat itu yang ia harapkan ada? Sayang tak satupun orang mengerti, begitu pula sahabat miliknya, semua menggeleng, semua tak paham.

Jum’at selalu terik, angin berhembus mengibaskan seluruh dahan dan membuat beberapa daunnya berterbangan. Debu dari segala sudut dan aspal melayang-layang menerpa apapun yang menghadang. Dan Indah terus menerjang…

Sampai kapan? Itu yang menjadi pertanyaan, Indah sendiri berlari tanpa sadar, mungkin karena reaksi instinktif semata atau ia memiliki motif yang kuat baginya untuk melakukan itu. Dan, ya, mungkin ia melakukan perbuatan itu karena sebuah alasan, akibat terjadi karena sebuah sebab, bukan? Dan apapun itu, biarlah Indah sendiri yang mengetahuinya, melihat sebegitu keras ia berusaha berlari, melihat kesungguhannya hingga menampik rasa letih yang seharusnya Indah turuti, biarkan saja Indah berlari. Mungkin saja tiada guna menghalanginya, sia-sia menyuruhnya berhenti. Lihatlah jalanan bekas derap kakinya, semua basah karena peluh yang terjatuh, karena itu ia pasti tengah menuju kepada suatu tujuan. Dan biarkan ia berlari.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun