Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud Pilihan

Menyusur Jejak Kelangkaan Pupuk Subsidi di Bengkulu

3 Januari 2015   03:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:56 102 0
Sejak satu tahun ini pupuk bersubsidi di Bengkulu langka, di Kabupaten Kaur misalnya, beberapa petani padi memiliki “joke” lebih mudah mendapatkan ganja ketimbang pupuk subsidi.

“Sepanjang 2014 pupuk subsidi sulit didapat jadi kami tak memakai pupuk, jika ada mahal, kondisi ini mengakibatkan panen anjlok,” kata Mian, salah seorang petani di Kelurahan Dusun Besar, Kota Bengkulu, Senin (8/12/2014).

Ia katakan petani untuk mendapatkan hasil maksimal setidaknya membutuhkan tiga jenis pupuk bersubsidi, yakni urea, TSP dan phonska. Dalam satu hektare tanaman padi membutuhkan setidaknya 300 kilo gram ketiga pupuk itu, untuk satu musim.

“Jika pupuk mudah didapat harganya terjangkau per hektare sawah mampu menghasilkan 3,5 ton gabah, nah karena tak pernah dipupuk sawah saya cuma dapat 1 ton gabah,” kata Mian yang bergabung dengan kelompok tani Talang Ilo ini.

Untuk harga pupuk bersubsidi jenis urea dijual dengan harga Rp 50 ribu per 50 kilogram. Sedangkan yang nonsubsidi mencapai Rp 400 ribu. Petani menyatakan keheranannya mengapa pupuk bersubsidi seperti menghilang dari peredaran.

Beberapa petani sawah menyebutkan, hilangnya pupuk bersubsidi sejak maraknya perkebunan kelapa sawit. Keluhan serupa nyaris terjadi hampir merata di 10 kabupaten/kota di Bengkulu.

Di tempat yang berbeda, Kepala Seksi Pengolahan Lahan, Dinas Pertanian Provinsi Bengkulu, Husni saat dijumpai menepis kelangkaan pupuk bersubsidi itu. Bahkan, menurutnya jatah pupuk bersubsidi di Bengkulu mengalami sisa yang tak mampu diserap petani mencapai 4.694 ton.

“Dari Pusri jatah pupuk bersubsidi Provinsi Bengkulu sepanjang 2014 hingga 17 November mencapai 22 ribu ton, disebar ke seluruh kabupaten kota dan tak terserap mencapai 4.694 ton, artinya tak ada kelangkaan pupuk subsidi,” paparnya.

Menurutnya, petani yang mengeluhkan kelangkaan pupuk itu disebabkan banyak faktor. Saat ini kata dia untuk mendapatkan pupuk bersubsidi petani harus mengusulkan Rencana Defenitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) termasuk kebutuhan pupuk, RDKK tersebut ditembuskan ke kecamatan dan pemerintah diketahui penyuluh pertanian dan kepala desa/lurah.

Setelah itu, kios resmi pupuk bersubsidi yang telah ditunjuk pemerintah akan mengajukan permintaan ke distributor.

“Masalahnya muncul saat kios sudah tebus kebutuhan pupuk petani berdasarkan RDKK namun petani tidak tebus, kioskan harus bayar cash ke distributor sementara petani kadang tak ada uang dan berhutang dulu, ini yang merepotkan pihak kios penyalur,” jelasnya.

Ia menyebutkan faktor lainnya yakni manajemen kelompok tani yang tak membuat RDKK juga mengakibatkan anggota petani tak mendapatkan jatah pupuk bersubsidi.

Sementara itu pengecer resmi pupuk bersubsidi di Kota Bengkulu, Adi, menjelaskan kelangkaan pupuk terjadi hampir setiap tahun, selain itu jatah pupuk subsidi juga sedikit sehingga distribusi tak merata.

“Anda bayangkan kami menaungi dua kelompok atau sekitar 40 petani hanya dijatahi 4 ton pupuk mana cukup itu, belum lagi petani mengambil pupuk sistem berhutang, untung kami hanya Rp 2 ribu per karung, bagaimana kami bertahan sementara menebus pupuk kami harus bayar tunai tak boleh berhutang,” ungkapnya.

Akibatnya kata Adi, untuk penyaluran pupuk bersubsidi tahun 2014 ke petani ia stop karena selalu merugi.

“Ini hutang petani sejak 2012 dan belum dilunasi saja mencapai Rp 25 juta berapa modal kami tak berputar,” bebernya.

Aaanya kelompok tani yang tak profesional dalam memanajemen kelompok ia akui juga menjadi pemicu petani susah mendapatkan kebutuhan pertanian. Misalnya, kata dia, pemerintah pernah memberikan bantuan ke kelompok tani berupa uang tunai yang digunakan untuk peruntukkan petani tapi oleh kelompok digunakan untuk membuka bengkel.

“Inikan tidak nyambung,” tegasnya.

Ia berharap pemerintah dapat kembali memikirkan sistem yang tepat dalam penyaluran pupuk bersubsidi sehingga petani tak sulit mendapatkan pupuk subsidi, dan pengecer tak mengalami kerugian.

Ancam Ketahanan Pangan

Sementara itu selain sulitnya mendapatkan pupuk bersubsidi, ancaman ketahanan pangan daerah terus terjadi, beberapa petani di kabupaten mulai mengalihfungsikan sawah mereka di Beng ke pertanian lains eperti sawit.

Kondisi ini semakin menyusutkan luasan sawah di Bengkulu, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Provinsi Bengkulu mencatat dalam delapan tahun terakhir terdapat 63.800 hektare sawah menghilang.

“Delapan tahun lalu luas sawah Bengkulu mencapai 16 ribu hektare namun saat ini tersisa 79.800 hektare disebabkan alihfungsi, abrasi, dan permukiman,” kata Kepala BKP Provinsi Bengkulu, Muslih, Z.

Meski demikian Pemprov Bengkulu mengklaim hasil gabah daerah itu meningkat menjadi 580 ribu ton gabah atau beras 300 ribu ton. Jumlah ini masih dapat memenuhi kebutuhan 1,8 juta jiwa penduduk Bengkulu.

“Namun untuk 20 tahun ke depan Bengkulu harus melakukan antisipasi agar sawah tak terus hilang dan tentunya mengancam ketahanan pangan kia,” pungkas Muslih.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun