Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Lihatlah Pakaian Dalammu!

28 Maret 2010   07:56 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:09 704 0
Suatu saat seorang teman bercerita kepada saya. Pernah suatu pagi ketika berangkat kerja dia terlibat kecelakaan dengan mobil. Sudah barang tentu dalam kecelakaan yang tidak seimbang antara mobil dan motor yang dia kendarainya, dialah yang menderita luka cukup serius. Karena ditabrak oleh pengendara mobil dari samping hingga tubuhnyaterpental sejauh 5 meter. Kaki kanannya patah dan lecet di beberapa bagian tubuhnya. Meski masih tetap sadar dan tidak kritis. Dalam keadaan menahan sakit, dia masih sempat berpesan kepada penolongnya untuk menutupi celana dalamnya yang terbuka akibat celana panjangnya sobek tersangkut sesuatu. Apalagi waktu itu dia tidak memakai celana dalam yang bagus seperti biasanya yang telah disiapkan istrinya karena terburu-buru untuk berangkat ke kantor. Sebaliknya celana dalam yang dikenakannya sudah cukup tua. Celana dalamnya itu dia gambarkan telah pudar warnanya, memiliki karet kolor yang telah kendor, dan berlubang di sana-sini. Tandanya jam terbangnya sudah sangat banyak dan tidak layak pakai lagi. Rupanya dia asal ambil dan pakai saja waktu itu. Entah kenapa dia masih suka memakainya. Walau istrinya telah berkali-kali mengingatkan untuk memakai pakaian dalam yang bersih dan layak pakai, meskipun tidak terlihat orang dan letaknya tertutupi oleh pakaian luar. Kini dia menyadari akibatnya. Tapi tampaknya sudah terlambat untuk menyesalinya. Baginya sekarang ibarat sudah jatuh tertimpa tangga pula. Karena saat ini selain dalam keadaan terluka orang lain pun kini bisa melihat keadaan celana dalamnya yang merana itu. Dan itu berarti aib bagi dirinya. Malunya pun sama perihnya dengan sakit yang dideritanya kini. Bebannya pun kini bertambah menjadi dua. Begitu pula dengan hidup kita. Kita sering tergoda dengan penampilan luar kita. Kita juga sering terobsesi dan berlomba-lomba mepercantik penampilan casing luar kita tetapi lupa dengan hati dan perilaku kita. Padahal sebenarnya yang paling penting adalah menata hati dan perilaku kita terlebih dahulu tanpa melupakan perlunya keindahan penampilan luar kita. Diam-diam, disaat kita begitu kita mengagungkan keindahan tampilan luar kita, ternyata kita sibuk juga untuk menyembunyikan dan menutupi kebusukan diri kita. Bila penampilan luar kita sudah oke, kita tidak mau berusaha untuk mengingat, apalagi memperbaiki tampilan dalam kita dengan menghilangkan yang jelek dan menggantinya dengan yang baik. Dan kita cenderung merasa nyaman dalam selimut keburukan dan kekurangan kita. Rasanya kita enggan untuk mencoba membenahi itu semua dan malah tenggelam di dalamnya. Ini sama halnya dengan pakaian dalam yang sudah tidak layak lagi tapi tetap kita pertahankan untuk kita pakai. Karena diantara yang membuat kita dihargai orang lain sebenarnya adalah karena Allah masih menutupi aib, keburukan dan kekurangan kita. Dan bila Allah sudah mempertontonkan aib kita, maka tidak ada satu orang pun lagi yang menganggap penting penampilan kita dan percaya kepada kita meski kita tutupi dengan penampilan yang bagus. Sekalipun keluarga kita sendiri, bakalan tidak mau mendekati kita lagi. Sesungguhnya amat mudah bagi Allah untuk membuka aib kita. Dan tak kalah penting adalah janganlah kita menyibukan diri dengan mencari kekurangan orang lain seperti firman Allah dalam ayat berikut: ”Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hujurat [49] :12). Akhirnya perhatikan pula sabda Rasulullah SAW berikut ini: ”Tahukah kalian apa itu ghibah? Jawab para sahabat : Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Maka kata Nabi saw: “Engkau membicarakan saudaramu tentang apa yang tidak disukainya. Kata para sahabat: Bagaimana jika pada diri saudara kami itu benar ada hal yang dibicarakan itu? Jawab Nabi saw: Jika apa yang kamu bicarakan benar-benar ada padanya maka kamu telah mengghibah-nya, dan jika apa yang kamu bicarakan tidak ada padanya maka kamu telah membuat kedustaan atasnya.”(HR Muslim/2589, Abu Daud 4874, Tirmidzi 1935) Mudah-mudahan kita semua dijauhkan dari hal-hal yang demikian itu dan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang bertakwa. Amin

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun