Mohon tunggu...
KOMENTAR
Filsafat

Shalat

6 Maret 2010   15:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:34 1385 0
Shalat adalah hal yang utama bagi kita umat muslim. Terutama shalat lima waktu, karena dalam suatu hadist, Rasulullah mengatakan: “Asholatu Imanuddin” atau “Shalat itu adalah tiangnya agama” Ibarat bangunan, maka rasanya mustahil suatu bangunan akan berdiri kokoh tanpa adanya tiang sebagai penopang bangunan itu. Begitu juga dengan agama Islam, yang tidak mungkin tegak bila dalam diri setiap muslim belum melaksanakan shalat. Jadi pertanyaan yang paling mendasar adalah ”Sudahkah kita melakukan shalat 5 waktu dengan benar dan sebaik-baiknya?”. Kalau jawabannya belum, berarti tiang agama kita masih belum terbangun dengan kokoh. Kitapun belum bisa berharap bangunan Islam dalam diri kita terbentuk dengan kuat pula. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah pondasi sebagai tempat berpijaknya tiang bangunan agama kita harus kuat dulu. Pondasi yang dimaksud adalah syahadat sebagai dasar keimanan dan keislaman kita. Dan ingatlah karena iman yang benar menurut Islam itu harus dibuktikan dengan perbuatan, bukan hanya sekedar diyakini dalam hati dan diucapkan dengan lisan saja. Untuk itu marilah senantiasa kita perbarui terus syahadat melalui shalat agar kian mempertebal keimanan kita pada Allah swt. Jadi di sini posisi shalat adalah nomor dua setelah syahadat dalam rukun Islam. Baru kemudian disusul dengan membayar zakat bagi yang telah cukup, lalu menjalankan puasa Ramadhan sebulan penuh, dan yang terakhir adalah menunaikan haji bagi yang telah mampu. Mengenai waktu pelaksaan shalat adalah seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah, karena shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah swt : “Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” (An-Nisa’: 103) Untuk tempat pelaksanaannya, shalat itu boleh dikerjakan dimana saja asal tempat itu memenuhi syarat bersih dan suci, misalnya di langgar atau di masjid, lebih utama memang bila dilaksanakan secara berjamaah seperti dalam riwayat ini: “Telah berdiri seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam , sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabdalah Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, ‘Biarkanlah dia dan tuangkanlah di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan’.” (HR. Al-Bukhari). Lebih jauh shalat itu sebenarnya adalah perintah Allah agar kita dapat menjauhkan diri dari sifat-sifat tidak terpuji seperti ditulis dalam Al Quran: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Quran dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain) dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Qs.29/Al-Ankabut:45) Orang yang telah melakukan shalat dengan benar pasti mempunyai akhlak yang baik dan terpuji. Sebab mereka selalu menjaga sikap dan perilaku mereka dan senantiasa terus menjaga nilai-nilai kebaikan shalatnya serta mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari. Bagaimana bila ada diantara kita yang telah merasa menjalankan shalat tetapi masih tetap terus melakukan maksiatnya? Bila itu yang terjadi maka kita sebenarnya baru menjalankan shalat sebatas syariat saja dan belum memaknainya pada tingkat berilutnya yaitu makrifat untuk diamalkan. Atau dengan kata lain bahwa shalat yang kita kerjakan belum benar dan harus terus diperbaiki. Dengan begitu mudah-mudahan kita terus-menerus melakukan introspeksi diri terhadap kualitas shalat kita dan mudah-mudahan kita termasuk ke dalam golongan orang-orang yang beriman kepada Allah swt. Amin

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun