oleh : Sudirman Asun
Siapa yang paling pertama merasakan dampak dari kerusakan sungai,,, ? “Nelayan adalah pihak yang paling merasakan dampak dari rusaknya satu ekosistem sungai”, Nelayan tangkap seperti tukang jala/jaring, perangkap bubu, pemancing maupun pemelihara ikan yang memanfatkan sungai sebagai sumber air untuk kolam dan keramba ikan mereka.
Selain merupakan kelompok yang menghabiskan waktu paling lama di aliran sungai, dampak kerusakan sungai juga langsung mereka rasakan, mulai dari jumlah tangkapan ikan yang semakin berkurang, hingga pekerjaan mencari ikan bertambah berat karena setiap kali melempar, kail dan jaring sering tersangkut sampah.Akhirnya nafkah sebagai Nelayan tidak lagi menjanjikan ketika sungai semakin rusak, banyak yang berprofesi ke jenis pekerjaan informal di darat, Mencari ikan hanya mengisi kekosongan waktu atau sekedar liburan
Seorang sosok pemancing, aku mengingat akan Alm Hapsoro, bagi saya beliau adalah sosok guru dan sekaligus teman yang mengenalkan dan mengajarkan banyak hal dan pelajaran di Sungai Ciliwung.
Dari sering ngobrol, saya baru mengetahui bahwa awal kepeduliannya, keseriusan dia memperjuangkan pemulihan Ciliwung ketika dia mencoba memancing di Sungai Ciliwung sebagai pengisi liburan. Begitu sangat terganggunya dia ketika sering kali pancing yang dilemparkannya selalu disangkutin sampah, alhasil bukan ikan yang didapat melainkan mengumpulkan setumpuk sampah plastik yang tersangkut di kail. Protes dengan keadaan ini ini dia salurkan dengan memulung membersihkan sungai dari sampah dari mengajak beberapa teman berkembangmenjadi diteladani banyak orang dan lahir satu gerakan kepedulian terhadap Sungai Ciliwung yang dinamai Komunitas Peduli Ciliwung atau biasa sering disebut KPC Bogor, dan di tahun 2013 ini KPC Bogor melangkah tahun ke-5 berkegiatan dan terus membersihkan sungai Ciliwung Kota Bogor setiap akhir pekan di hari Sabtu pagi
Konservasi dan Pelindungan Ala Pemancing (River defender)
Hapsoro kini tidak sendiri, banyak pemancing lain juga mulai sadar , memikirkan tanggung jawab atas makin rusaknya ekosistem sungai yang mereka rasakan, sedangkan di sisi lain masih banyak kelompok oknum yang punya kebiasaan mengambil ikan sungai dengan cara yang merusak (illegal fishing) seperti praktek penggunaan racun ikan, potassium , setrum listrik maupun penangkapan ikan berlebih, nguras ikan (over fishing).
Selain kerusakan sungai disebabkan pencemaran limbah industri dan limbah rumah tangga, ancaman dari racun ikan dan setrum aliran listrik memberi tekanan yang cukup besar atas kepunahan banyak spesies ikan di sungai. Jenis Ikan air tawar sebagai salah satu sumber daya alam terbatas di aliran sungai, menjadi sumber protein dan sumber ekonomi sebagian masyarakat.
ketika pemanfaatan dengan cara merusak dan tidak bertanggung jawab. Penangkapan ikan yang tidak ramah ini akan membuat kepunahan kehidupan di sungai, banyak spesies jenis ikan terutama jenis ikan lokal yang semakin kritis, mematikan banyak ikan secara massal, sebelum mereka sempat beregenerasi bahkan mematikan embrio ikan yang masih bebentuk telur di subtrat dasar sungai yang disebabkan oleh kandungan zat kimia beracun maupun karena kesetrum listrik tegangan tinggi.
Dari dasar kepedulian itulah sekelompok pemuda Desa Cipayung dan Desa Cibirus di Kawasan Puncak yang biasa memanfaatkan aliran hulu sungai Ciliwung di desa mereka sebagai tempat memancing, mencoba menggugah kesadaran dan kepedulian para pemancing untuk tidak membuang sampah ke sungai dan ikut menjaga kelestarian ikan Sungai Ciliwung terutama jenis jenis Ikan Lokal yang menuju kepunahan dengan cara mensosialisasikan bahaya penangkapan ikan dengan racun dan setrum ikan beserta sanksi hukum dari praktek illegal fishing tersebut kepada masyarakat dan komunitas pemancing yang disampaikan dalam bentuk Lomba mancing Sungai Ciliwung. Tujuan lain dari Lomba Mancing ini adalah mengumpulkan data jenis ikan lokal dan populasinya yang terkumpul oleh pemancing dengan melibatkan juri dan peniliti mahasiswa Biologi dari berbagai akademisi Jakarta-Bogor dan Komunitas Ciliwung sebagai panitia sebanyak 75 orang.
Lomba Mancing Ciliwung - Pendataan dan Sosialisasi Pelestarian Ikan Lokal
Lomba Mancing yang diadakan pada tanggal 7 September 2013 dengan pusat kegiatan di Aliran Sungai Ciliwung Jembatan Gadog diikuti oleh 280 peserta lomba mancing. Dengan biaya pendaftaran Rp.10.00,-/ orang, Peserta terdiri dari berbagai kalangan dan usia mulai dari warga setempat hingga Komunitas Mancing Sejabodetabekjur dan semua bergembira menikmati mancing bersama sama di aliran Sungai Ciliwung.
Lomba dimulai dari pukul 09.00 – 15.00 dengan ditandai dengan pentanda tanganan komitmen bersama menolak keras praktek penangkapan ikan dengan cara racun dan setrum pelepasan ikan lokal Hampala indukan sebayak 35 ekor sebagai restoking dan pengembalian Ikan Hampala yang telah hilang dari dari daerah hulu sampai Bendung Katulampa karena pernah kejadian praktek meracun ikan secara besar besar di masa lampau. Kategori ikan yang dilombakan hanya jenis ikan lokal meliputi ikan beunter, ikan parai, ikan berot, ikan senggal dan ikan soro
Dengan areal mancing sepanjang 2 km aliran sungai dari Jembatan Pasir Purut Cibogo – Leuwi Salak Gadog berhasil mendata berot (125 ekor), beunter (36 ekor), parai (5 ekor), soro (3 ekor), kehkel (1 ekor), dan senggal (1 ekor), sedangkan ikan introduksi asing yang tertangkap ada lima jenis, yakni mas (5 ekor), nila (3 ekor), mujair (1 ekor), golsom (1 ekor), dan lele dumbo (1 ekor). Juara Ikan Soro dimenangi oleh seorang warga pemancing dengan bobot Soro seberat 420 gram.
Ikan yang tertangkap kecuali ikan introduksi asing, sesudah diambil data panjang dan berat kemudian dilepas liarkan kembali ke Sungai Ciliwung sebagai bagian dari tujuan konservasi dan perlindungan Suaka ikan Lokal Sungai Ciliwung. Dari data minimnya jenis ikan dan jumlah ikan yang tertangkap menjadi indikator semakin menurunnya kualitas sungai Ciliwung yang bisa mendukung banyak kehidupan.
Kegiatan positif ini juga didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup, Federasi Olahraga Mancing Seluruh Indonesia (FORMASI), Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Bogor, KPC Bogor, Komunitas Ciliwung, Mongabay, PALYJA, Kepala Desa, Polsek dan Tokoh Masyarakat setempat. Diharapkan kegiatan lomba mancing ini bisa menjadi agenda tahunan sebagai proses edukasi, sosialisasi suaka perlindungan ikan lokal Ciliwung sekaligus sarana hiburan untuk warga pinggir sungai.
Suaka Ikan Lokal Ciliwung ala Pemancing
Ketua panitia lomba mancing Maruli Alpia yang juga pendiri Ciliwung River Fishing Community (CRFC) mengungkapkan bahwa seorang pemancing professional bisa disebut dan dilihat bukan dari mahalnya tackle peralatan mancing atau jagonya dia memancing mendapatkan ikan, melainkan pemancing yang mengerti dan peduli akan kelestarian ikan yang akan dipancingi, mulai dari dimana tempat ikan berbiak yang tidak boleh diganggu , kapan ikan boleh dipancing, kapan ikan ikan tidak boleh dimancing ketika musim ikan berbiak atau musim berpijah, batas minimal ukuran ikan yang boleh diambil dan jumlah ikan yang diambil juga tidak boleh berlebihan atau sebagian dilepas kembali ( Catch and Release ) mencegah Over Fishing yang bisa mengancam kepunahan ikan.
Sekjen Federasi Olahraga mancing Seluruh Indonesia (FORMASI) Ir. Bachder Sitepu ,MM yang ikut menghadiri acara ini juga mendukung adanya perlindungan atau suaka ikan dengan membuat pengaturan penangkapan ikan dan peraturan memasukan issue konservasi ke dalam aturan pemancing maupun standar profesi pemandu wisata mancing untuk keberlanjutan olahraga mancing alam liar masih bisa dinikmati generasi mendatang.
Di akhir laporan ini, saya sendiri sebagai penghobi mancing juga, berharap ke depan akan lahir hapsoro hapsoro dan Maruli Maruli yang lain, para pemancing sebagai river defender yang mau ikut menjaga kelestarian sungai, sebagai individu maupun kelompok yang secara sadar ikut peduli akan pengambilan dan pemanfaatan sumber daya perikanan yang berkelanjutan.
Saya bermimpi akan lebih banyak pemancing lagi yang berani menjamin bahwa ke depan ekosistem sungai tetap terjaga dengan lestari , pemancing yang berani membayangkan bagaimana anak cucu mereka masih bisa merasakan adrenalin sensasi tarikan raja sungai seperti ikan soro ataupun ikan hampal, dengan mata berbinar binar gembira menghentakan joran ketika umpan disamber sambil berteriak “STRIKE…!” .