[caption id="attachment_141135" align="alignnone" width="590" caption="Warung rakyat bangkrut karena persaingan tidak sehat (sumber foto: Pos Kota)"][/caption] Sudahkah kita peka dengan apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitar kita..? Banyak ketidak adilan dan kesewenang2an menghantam semua aspek kehidupan kerakyatan, dengan pelaku pemerintah, pihak kapitalis dan kita sebagai pelaku sekaligus korban. Salah satunya adalah menjamurnya mini market ke seantero negeri hingga ke pelosok perdesaan. Keberadaan mini market ini jelas melanggar peraturan dan undang2, celakanya kita sebagai konsumen mendukung terciptanya pelanggaran tersebut secara tidak sadar, karena kita lebih memilih berbelanja di Mini market segala kebutuhan daripada belanja dengan tetangga kita pemilik warung yang memang harganya lebih mahal sedikit. Banyak alasan yg klise pada diri kita dengan pembenaran lebih nyaman dan lebih murah, sadarkah kita bahwa apa yg kita lakukan telah menambah bobroknya ekonomi kerakyatan yang kita agungkan dan kita dengungkan kemana-mana. Persaingan tidak sehat dan ketidak adilan jelas terjadi di sini antara oligopoli dan monopoli pemilik kapital dengan pengelola warung tradisional, hal ini jelas terlihat karena mini market mendapatkan barang lebih hulu/ langsung pabrik, sehingga harga lebih murah ketimbang warung yg dengan modal kecil dan harus membeli barangnya dari agen. Kajian aspek hukum yang terkait secara langsung dalam penataan minimarket dan pembinaan pedagang tradisional adalah sebagai berikut;
1. UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Kegiatan usaha yang bercirikan demokrasi ekonomi menjamin keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan umum. Hal itu tertuang dalam pasal 2 yang berbunyi;” Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.” Sehingga tidak diharapkan terjadinya kanibalisme ekonomi atas kegiatan pelaku usaha yang satu terhadap pelaku usaha yang lainnya. Dalam pasal 3 butir a menyatakan,” menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat;” Jelaslah bahwa setiap kegiatan usaha harus dilakukan sebesar-besarnya untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Selanjutnya dalam pasal 3 butir b dinyatakan bahwa;” mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil;” Untuk mewujudkan iklim usaha yang kondusif maka diperlukan perlindungan terhadap usaha kecil agar terjadi keseimbangan pertumbuhan. Ada pun perdagangan eceran yang dilakukan oleh minimarket waralaba diselenggarakan dengan modal minimal sebesar tiga ratus juta rupiah di luar tanah dan bangunan. Tetapi minimarket waralaba sebagian besar memiliki hasil penjualan tahunan di atas dua milyar lima ratus juta rupiah. Selain itu manajemen pengelola Selanjutnya dalam ketentuan UU No. 20 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Pasal 7 butir (1); “Pemerintah dan Pemerintah Daerah menumbuhkan Iklim Usaha dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang meliputi aspek: a. pendanaan; b. sarana dan prasarana; c. informasi usaha; d. kemitraan; e. perizinan usaha; f. kesempatan berusaha; g. promosi dagang; dan h. dukungan kelembagaan” Oleh karena itu maka pemerintah daerah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap usaha mikro, kecil, dan menengah termasuk usaha yang bergerak pada sektor perdagangan eceran.
2. Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern Penataan lokasi minimarket sangat diperlukan agar keberadaannya mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten Tangerang. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Perpres No.112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan,d an Toko Modern Pasal 3 butir (1) ; “Lokasi pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya.” Luas lantai penjualan minimarket pun perlu diatur seiring dengan tumbuhnya salah satu minimarket dengan mengusung tema middle market. Dalam ketentuan disebutkan pada Pasal 3 butir (2) ;”Batasan luas lantai penjualan Toko Modern adalah sebagai berikut a. Minimarket, kurang dari 400 m2 (empat ratus meter persegi).” Minimarket hanya diperbolehkan melakukan system penjualan eceran dengan jenis barang dagangan diutamakan kebutuhan rumah tangga. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 butir (3);”Sistem penjualan dan jenis barang dagangan Toko Modern adalah sebagai berikut; a. Minimarket, Supermarket, dan Hypermarket menjual secara eceran barang konsumsi terutama produk makanan dan produk rumah tangga lainnya.” Pendirian minimarket harus pula mempertimbangkan kondisi social ekonomi sebagaimana tertuang dalam pasal 4 butir (1); Pendirian Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern wajib; a. Memperhitungkan kondisi social masyarakat, keberadaan pasar tradisional, Usaha Kecil dan Usaha Menengah yang ada di wilayah yang bersangkutan. Setiap pendirian minimarket harus menyediakan lahan parkir sesuai dengan ketentuan pasal 4 butir (1) hurup a; Menyediakan areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) unit kendaraan roda empat untuk setiap 60 m2 (enam puluh meter persegi) luas lantai penjualan Pusat Perbelanjaan dan/atau Toko Modern.;” Dalam pasal 5 butir (4) dinyatakan;”Minimarket boleh berlokasi pada setiap system jaringan jalan, termasuk system jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam perkotaan.” Pasal ini memang tidak berpihak kepada pedagang kecil perkotaan, namun dalam penataan perlu diatur klausul tentang lokasi yang boleh didirikan minimarket pada system jaringan jalan lingkungan perkotaan yang zonasinya untuk lahan komersial. Pengaturan ini diperlukan agar tidak setiap minimarket bebas didirikan pada setiap jalan lingkungan perkotaan, di mana pada kawasan tersebut juga banyak berdiri warung/toko tradisional. Keterlibatan masyarakat setempat dalam proses pendirian minimarket sebetulnya sudah diatur dalam ketentuan pasal 12 butir (3) disebutkan;”Izin Usaha Toko Modern (IUTM) untuk minimarket diutamakan bagi pelaku usaha kecil dan usaha menengah setempat. Namun pada prakteknya kemitraan dalam pendirian minimarket lebih banyak bukan dengan masyarakat sekitar lokasi. Seharusnya pemerintah daerah tidak mengeluarkan izin usaha untuk minimarket yang tidak memberikan ruang kemitraan dengan masyarakat setempat. Untuk memperoleh IUTM maka kepada penyelenggara minimarket perlu melengkapi analisis dampak lingkungan social ekonomi bagi para pedagang kecil. Hal ini dituangkan dalam ketentuan pasal 13:” Permintaan IUP2T, IUPP, dan IUTM harus dilengkapi dengan; a. Studi Kelayakan termasuk analisis mengenai dampak lingkungan, terutama aspek social budaya dan dampaknya bagi pelaku perdagangan eceran setempat; b. Rencana kemitraan dengan Usaha Kecil.” Dalam rangka meningkatkan manajemen pengelolaan usaha perdagangan eceran maka Pemerintah Daerah wajib melakukan pembinaan terhadap para pedagang kecil. Selain itu kepada penyelenggara minimarket diwajibkan untuk melakukan pembinaan terhadap pedagangang kecil setempat baik melalui kemitraan penyertaan modal dalam setiap pendirian minimarket mau pun dalam memanfaatkan ruang teras minimarket. Hal ini pun ditentukan dalam pasal 15 butir (1) ; ”Pemerintah dan Pemerintah Daerah baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama sesuai dengan tugas masing-masing melakukan pembinaan dan pengawasan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.”
3. Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 53/M-DAG/PER/12/2008 Tanggal 12 Desember 2008 Tentang Pedoman Penataan Dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan Dan Toko Modern. Permendag tersebut telah mementahkan klausul-klausul yang berkaitan dengan pendirian minimarket. Sehingga dalam pendirian minimarket yang merupakan salah satu jenis Toko Modern tidak diperlukan Studi Kelayakan. Namun demikian dalam Permendag pada pasal 3 butir (9) dinyatakan bahwa;”Pendirian minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan; a. kepadatan penduduk; b. perkembangan pemukiman baru; c. aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas); d. Dukungan/ketersediaan infrastruktur e. Keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil dari pada minimarket tersebut.
KEMBALI KE ARTIKEL