Mohon tunggu...
KOMENTAR
Nature Artikel Utama

Water Front City Batavia Yang Terlantarkan

31 Juli 2011   18:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:12 1254 1
[caption id="attachment_126165" align="aligncenter" width="620" caption="Teknologi Kanal Batavia"][/caption] Foto dan tulisan: Sudirman Asun Seperti kita dibawa menyusuri mesin waktu kembali ke Batavia tempo dulu, ketika memasuki komplek Museum Bahari yang terletak di Pasar Ikan, Jakarta Utara. Komplek yang berada pas di muara Ciliwung ini terdiri dari Bangunan Menara Syahbandar dan Komplek Museum Bahari. Menara Syahbandar adalah menara pengawas yang berhadapan langsung dengan pelabuhan Sunda Kelapa, dari menara setinggi 12 M ini kita akan melihat jelas pemandangan pelabuhan dan kanal-kanal muara Ciliwung. Museum Bahari sendiri dulu merupakan gudang besar tempat penyimpanan rempah-rempah yang dibawa dari Indonesia Timur. Bisa kita bayangkan bagaimana kapal-kapal Phinisi dengan panjang 35 M dan bobot tonase 120 Ton, bisa masuk dan merapat ke muara Ciliwung tepatnya di Museum Bahari menurunkan rempah-rempah, dan bongkar muat diganti kapal yang lebih kecil bobot 50-100 Ton bisa belayar memasuki sungai Ciliwung menuju pemukiman Belanda di daerah Condet dan Depok. Sangat berbeda sekali dengan sungai Jakarta sekarang yang dangkal dengan kedalaman tidak lebih dari 2 M dalam keadaan normal. Acara kopdar River For Life kali ini melibatkan adik-adik Pramuka Gugus Depan Museum Bahari dan Palang Merah Remaja dari sekolahan SMPN 21 Wacung Bandengan dan SMK 56 Pluit. Dengan partisipasi teman-teman dari SENDAL (Seni dan Alam) dan mahasiswa Teatrikal IKJ, Universitas Islam Negeri Jakarta, dan teman-teman kita dari hulu Ciliwung yaitu dari JERAMI (Jejak Ramah Bumi) Sempur Bogor juga tidak ketinggalan pemuda lokal setempat dan saya sendiri dai Jakarta Glue untuk program keroyokan BIOTIFUL Sungai Jakartaku. Acara dimulai dengan pelatihan kepada adik-adik Pramuka dan PMR tentang manajemen sampah yaitu mengenali jenis-jenis sampah dan memilah-milah sesuai dengan jenisnya yaitu sampah organik dan nonorganik. Juga diajarkan bagaimana membuat tong sampah dengan bahan-bahan yang dengan mudah didapati disekitar kita, sehingga tidak ada alasan lagi membuang sampah sembarangan dengan alasan ketidak tersediaan tong sampah, karena tempat sampah sangat gampang dan murah untuk didapat. Berlanjut dengan memulung sampah bersama di daerah sekitar museum, teman-teman Pramuka sendiri mempunyai agenda rutin sebulan sekali memulung sampah di sekitar kawasan museum dan muara Ciliwung dengan bantuaan rakit Floating Camp. Yang sangat disayangkan cara pengolahan sampah selama ini yg merka lakukan adalah dengan dibakar karena terbatasnya angkutan sampah dari dinas kebersihan di tempat mereka. Dengan perwakilan tiap komunitas , 9 org dengan 2 buah perahu karet diturunkan menyusuri sungai dari titik Kali Besar Jembatan Jungkit Kota Intan sampai titik Museum Bahari , kita diajak melihat lebih dekat kondisi muara sebenarnya. Kondisi yg memprihatinkan kita rasakan ketika berada di sungai, air sungai hitam dan berbau busuk menusuk hidung, sampah plastik dan STYROFOAM dimana-mana walaupun pas di sungai kita temui juga petugas kebersihan yg sedang mengangkat sampah dan membersihkan sungai. Kondisi sungai yg dangkal juga mengancam perahu karet dapat tersangkut sampah dan dasar sungai. Aksi kita juga mengundang perhatiaan masyarakat sekitar, mungkin dalam hati mereka terheran-heran berpikir "Anak-anak muda sekarang mungkin kekurangan tempat bermaiin sehingga sungai yg kotor dan bau juga dijadikan tempat bermaiin perahu-perahuan". Tapi itu yang membuat kita senang, sedikitnya tujuaan kita tercapai bahwa kita bisa membuktikan sungai bisa juga dijadikan tempat bermain daripada dibuat tempat pembuangan sampah dan kotoran. Acara yang paling menarik adalah pertunjukan teman-teman IKJ jurusan Teatrikal, dengan alur cerita kondisi sekarang prilaku masyarakat dalam memperlakukan sungai, dan bagaimana para tetua di kampung itu yang mendambahkan kembali kondisi Ciliwung pada jaman dulu, sewaktu muda dulu dengan riang gembira bisa berenang di sungai, mancing, melihat gadis-gadis mandi di sungai. Pertunjukan dibawakan dengan bahasa yang gaul ala anakanak IKJ yg penuh humor dan canda, dan yang paling geli dan lucu bagi saya adalah ketika hanya dengan sebuah bangku dan tutupan karung ditambah improvisasi mereka bisa membawakan adegan orang yang lagi jongkok di atas helikopter/jamban diatas sungai. Terlihat sekali pesan-pesan yang akan kita sampaikan dapat diterima dengan baik sekali oleh adik-adik pelajar tanpa adanya perasaan kita memaksa dan menggurui mereka. Acara berakhir dengan penanaman pohon Banyan di sekitar museum dan sharing dengan teman-teman komunitas dan kakak-kakak pembina Pramuka tentang apa yg telah dilakukan masing-masing komunitas, dan apa yang bisa diperbuat ke depan dan akan membangun jaringan kerja yang solid dan bertukar informasi. [caption id="" align="aligncenter" width="504" caption="Kemegahan Water Front City Batavia"][/caption]

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun