Bagi anda yang suka buka koran dan coba simak kolom ‘kontak pembaca’ . Sangat sering kita temui komplain mengenai kartu kredit. Beribu macam masalah yang diungkapkan dari tulisan-tulisan disitu, seperti: pelayanan yang tidak responsive, telemarketing yang sudah sangat mengganggu, suku bunga yang mencekik leher, sampaiproses penagihan yang tidak pakai tata krama. Namun belakangan ini, sering juga kita temuiseseorang yang menjadi korban kredit macet pemakaian kartu kredit, padahal dia tidak pernah mempunyai kartu kredit dari penerbit tersebut. Hal yang persis terjadi pada teman kuliah saya yang bernama Sinta.
Suatu pagi Sinta bbm saya, dan meminta bantuan saya untuk mencari jalan keluar dari masalah yang dialaminya. Ya mungkin karena dia pikir saya sudah lama bekerja di bank. Sinta baru mengetahui bahwa dia tercatat di BI Checking (SID = Sistem Informasi Debitur) sebagai debitur kolektibilitas golongan 5 alias macet. Dia ketahui hal ini pada saat dia dan suaminya sedang diproses pengajukan pinjaman KPR ke suatu bank. Nama dia tercatat macet di 3 kartu kredit dari bank yang berbeda, dengan jumlah nominal yang bervariasi. Ada yang sekitar di Rp 50 juta, Rp 40 juta dan satu lagi Rp 25 juta. Terlihat semua limit kartu kredit telah terpakai habis.Sinta kaget setengah mati karena dari segi ekonomi dia boleh dibilang cukup berada. Tinggal di kawasan top di Jakarta Utara. Suaminya seorang pengusaha sukses. Jelas dia tidak perlu sampai memacetkan kartu kredit yang jumlahnya buat dia ‘tidak seberapa’.
Setelah diselidik lebih dalam, ternyata nama dan nomor KTP benar milik Sinta, tetapi alamatnya sudah dirubah. Hal ini dapat disimpulkan ada suatu komplotan yang berkeliaran diluar, dan sedang membidik bank-bank penerbit kartu kredit untuk dibobol, tentunya dengan memanipulasi data pemohon kartu. Sering kali kita ditawari permohonan kartu kredit di mal-mal. Dan karena pertimbangan praktis dan tidak membuang waktu, sering kali kita tidak mengisi secara lengkap form applikasi.Dan ini membiarkan komplotan tersebut leluasa mengisi alamat dan nomor telepon yang bisa dihubungi. Setelah proses disetujui, sudah tentu kartu kredit tersebut dikirim ke alamat komplotan tersebut. Segera komplotan tersebut membelanjakan atau tarik tunai. Dan ingat, data tersebut bisa dipakai untuk mengajukan ke bank lain.
Sinta merasa tidak bersalah, dan memberanikan diri untuk tampil dan menginginkan ketiga bank penerbit kartu tersebut membersihkan namanya. Tapi bukannya mendapat penjelasan, malahan Sinta dituduh sebagai penunggak dan ditekan untuk bayar seluruh tagihan (tahu sendiri kan bagaimana proses penagihan seperti di berita-berita, seperti dibawa ke ruangan dan diinterogasi). Setelah Sinta bisa menunjukkan alamat KTP dan alamat di billing statement beda, petugas bank menjadi sedikit mundur. Namun Sinta masih di ping-pong kesana kemari untuk penyelesaiaan yang tidak jelas. Sinta tidak gentar karena memang dia tidak bersalah. Dan memang sebelumnya saya sudah membekali dia suatu alamat. Yaitu Tim Mediasi Bank Indonesia di Menara Radius Prawiro BI, Jl. MH Thamrin No.2 Jakarta 10350. Alamat ini ternyata cukup ampuh untuk memaksa card center bank-bank untuk segera menyelesaikan masalah Sinta. Caranya adalah mengirim surat komplain ke masing-masing card center dengan tembusan ke: Direktorat Pengawasan Bank dan Direktorat Perijinan dan Informasi Perbankan up: Pusat Informasi Kredit. Dan karena ada PBI yang mengatur komplain nasabah harus dijawab dalam 21 hari kerja oleh bank.Maka card center tidak akan berani berlama-lama kecuali akan kena sanksi oleh Bank Indonesia. Dengan telah sadarnya card center-card center tersebut kalau mereka telah dibobol, dan mengetahui kalau mereka sudah tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Sinta. Mereka segera terbitkan surat pernyataan “case closed” dan segera rehabilitasi namanya ke BI. Namun salah satu bank cukup bagus penyelesaiannya. Yaitu memproses pembobolnya ke Kepolisian karena kebetulan mereka memiliki bukti atau jati diri pembobol. Sinta juga sangat welcome ketika diminta sebagai saksi. Dan akhirnya memang sindikat tersebut dapat dibongkar.Namun saya yakin pasti masih banyak yang beredar sedang mencari mangsa.
Sebenarnya fenomena ini sudah lama terjadi. Disatu sisi bank perlu memperluas customer base kartu kredit untuk meningkatkan fee base income. Tapi seringkali tidak siap dengan sumber daya yang mumpuni baik pada saat penjualan maupun verifikasi data. Ditambah keengganan bank memproses secara hukum pelaku-pelaku pembobol kartu mungkin dengan perhitungan biaya akan lebih tinggi. Celah-celah inilah yang dimanfaatkan oleh komplotan-komplotan seperti ini.
Untuk itu saya sarankan langkah-langkah pencegahan agar hal-hal serupa tidak terjadi pada anda, sbb:
- Jangan pernah sembarangan memberikan copy KTP, mengingat banyak pemasar kartu kredit adalah tenaga outsourcing
- Bila mengajukan kartu kredit, luangkan waktu untuk mengisi formulir secara lengkap oleh anda sendiri
- Untuk lebih yakin, teleponlah ke call center untuk mengecek apakah benar data anda sudah masuk. (setelah beberapa hari)
- Catat nama (bila perlu foto pakai handphone) petugas pemasar tersebut.
- Jangan gentar bila nama anda muncul dalam daftar hitam BI kalau benar anda tidak bersalah
- Tulislah surat dan ajukan beserta data-data diri anda ke Card Center dan Tim Mediasi BI untuk mendapatkan penyelesaian.
Demikian sekilas info, mudah-mudahan bermanfaat.
Salam