Di masyarakat Jawa, ajaran tarekat dan tasawuf datang sebagai pola mistisisme yang
akulturatif dan
asimilatif dengan
mistisisme Jawa. Ini tercermin salah satunya dari pola bahasa yang diungkapkan, seperti kata-kata do’a dan penyebutan untuk “Tuhan dan Nabi” menjadi “ter-Jawa-kan” yaitu menjadi “
Gusti dan “
Kanjeng Nabi”. Tasawuf Islam ini boleh dibilang merestorasi Hinduisme. Sistem teologi
trimurti sedikit demi sedikit bergeser ke sistem
monoteis (tauhid). Pergeseran ajaran teologi ini kemudian menghasilkan pola pemaknaan sosial baru dari struktur masyarakat
hierarkis pada masa hindu bergeser menjadi struktur masyarakat yang
egaliter.
Sementara dalam bidang sastra, berkembangnya ajaran Islam equivalent dengan berkembangnya sistem kebahasaan masyarakat Jawa, baik dalam segi seni tulisan (literasi) atau sastra lisan (orality). Hal ini menjadikan kosa kata Jawa semakin kaya dengan adanya penambahan dan penyerapan kata dari teks-teks ajaran Islam yang berbahasa Arab. Tentu saja, hal ini tidak serta merta merubah total sistem kebahasaan masyarakat jawa karena kebudayaan Jawa merupakan kebudayaan yang kuat, ia tak bisa dilampaui begitu saja oleh bahasa Arab. Sebab, Jawa selalu memiliki kekuatan menafsirkan yang tinggi dalam segala sesuatu sambil aktif melakukan kontekstualisasi ke-dalam.
KEMBALI KE ARTIKEL