Mohon tunggu...
KOMENTAR
Fiksiana

Dear Tikus Berdasi

15 Oktober 2015   17:52 Diperbarui: 15 Oktober 2015   18:50 83 2
Ia selalu tersenyum ketika kami berpapasan. Awalnya kupikir biasa saja lama-lama kupikir aneh pula senyumnya, makin lama makin lebar pula bibir tebal hitam itu merentang lengkap pula dengan gigi tonggosnya kemudian membentuk sebuah senyuman seperti senyum mengejek,menghina atau mungkin juga bertanya.

"Mas, ngapain toh depan cermin lama-lama lawong Masku ini kan sudah ganteng." Kata Dirnah alias Marya, istriku yang juga merangkap sebagai penasehatku.

"Ah masa? Masmu ini kan pejabat negara jadi harus rapih didepan semua orang. Biar gak malu." Kataku ke istriku itu.

"Mas gimana dengan kampanye mu nanti?"

"Lancar saja, tenang saja semua sudah Mas atur dengan baik."

"Bagus kalau gitu Mas, ngomong-ngomong Mas bisa kan kasih yang Aku minta kemarin?" kata istriku yang kini sudah mendekatkan tubuhnya sangat dekat ketubuhku.

"Sedang kulicinkan. Sekarang Mas berangkat dulu, kita lanjutkan nanti."

"Siap Mas"


Kini Aku sudah berada disebuah bangunan megah berlantai 23, bersecurity segala, juga ada kamera pengintainya. Nampaknya sedang ramai hari ini, beberapa sedan datang dari berbagai penjuru, dari dalamnya keluar beberapa orang dengan jaket hitam, kacamata hitam,sepatu hitam dengan alat kecil dikupingnya memaksa masuk dan akhirnya keluar membawa seorang temanku didalam. Rupanya temanku terjaring sudah, Si Kusti namanya. Usut punya usut Kusti ketahuan menerima hadiah dari salah seorang pengusaha obat nyamuk. Inilah resiko dari pekerjaan kami didalam, kami harus berjuang untuk bersembunyi dari para kucing. Kami sering dianggap tikus mereka, padahal menurutku apa salahnya kami menerima hadiah dan mengambil bonus sedikit dari negeri ini. Bukannkah itulah gunanya kami disini? Untuk menghabiskan dana-dana negara yang tak jelas untuk apa. Daripada dibiarkann saja bukankah lebih baik kami gunakan untuk mencerdaskan anak-anak kami keluar negeri atau memberikannya ke istrri-istri kami untuk menyenangkan hatinya atau pula kami gunakan untuk berlibur.

Kini Kusti sudah dijerat ini merupakan lampu kuning bagi Aku dan teman-teman yang lain. Kami harus berganti wajah dulu untuk sesaat.

"Mas, si Kusti kena sama si Kucing. Gimana nih kita? Kita tinggal nunggu hari aja." Kata Sikut kawan sejawatku dan juga merangkap menjadi mitra ku.

"Berdo'a saja tidak kena, makanya kita harus ganti wajah dulu." Jawabku.

"Wajahku sudah banyak bopengnya Mas sekarang, gak mulus lagi sudah banyak yang kenal."

"Kamu beli aja wajah baru, apa susahnya sih."

"Ia juga Mas." Kata Sikut setuju.

"Gimana urusan kita diMangga dua? Kelar?"

"Kelar Mas udah ajudanku beresin, kita tinggal garuk sedikit aja kepalanya."

"Bagus, akhirnya aku bisa beliin istri berlian baru lagi, kali ini koleksinya yang ke-55."

Setelah Aku ketiban rejeki besar yang kudapatkan dari proyekku kemarin bersama Tisuk akhirnya kudapatkan juga pesanan istriku untuk koleksinya ke-55. Segera Aku pulang kusimpan dan kuhadiahkan padanya.

Alangkah bahagianya istriku itu. Tapi sepertinya si aneh yang selalu tersenyum itu makin aneh sekarang dia tidak hanya tersenyum tapi kini giginya yang tonggos itu bahkan kelihatan sekarang. Sekarang Aku melihat seorang anak laki-laki yang sedang berlari-lari kearah Ibunya dan berkoar-koar tentang bencinya ia dengan para tikus dinegeri ini. Bahkan saking bencinya ia, ia ludahi dan ia kencingi sebuah poster seorang tikus dikala itu. Lantas saja aku naik pitam melihatnya.

"Heh anak bodoh kamu dulu mungkin pikir itu hina karena kamu tak tahu betapa enaknya jadi tikus berdasi ! kamu bodoh! Pergi sana ke Ibumu berhenti berlari dicerminku, pergi sana! PERGI!" teriakku sambil berusaha menendang anak itu. Ah sial benar Aku, malah aku yang dijatuhkannya. Kini si Tonggos yang tersenyum itu berusaha menangkapku. Aku berlari-berlari dan akhirnya jatuhlah Aku didepan rumah tua yang sangat kukenal.

"Ibu! Ibu! Ibu!" teriakku.

Ibuku tidak mendengarku, Ia asik sekali membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an. Kini Aku berusaha berlari menuju Ibuku. "Aduh!" Aku tersantuk, Ibuku tidak bisa kugapai. Ia dan rumahnya dalam sebuah kaca. Ibuku makin asik membaca ayat suci, aku mulai kepanasan. Si Tonggos makin lebar pula senyumnya. "Ibu!Ibu! Hentikan Bu! Aku anak mu bu! Ibu!!" aku kini sudah berguling-guling dan akhirnya tersadar dan terjaga dari tidurku. Untung Cuma mimpi batinku.

Tepat di hari ke-7 setelah dibawa oleh Kucing si Kusti akhirnya buka mulut tentang keterkaitanku dan Sikut. Diseret pula kami kekantor kucing. Walaupun kami ditetapkan sebagai tersangka, Aku tetap memasang wajahku yang paling baik.

"Mas wajahmu harus simpatik dan seperti seorang yang dituduh. Jangan bicara sombong, buat seolah-olah perkataanmu benar." Nasehat istriku ketika ia menjengukku dikantor kucing kemarin.

"Ia Dik. Bisa kamu lancarin gak pembebasan Mas?"

"Tenang aja Mas, asal ada pelicinya bisa diurus."

"Dik bisa Mas minta kamu bawain cermin Mas kalau kamu kesini lagi?"

"Bisa Mas" Kata Dirnah yang akhirnya pergi dari Kantor kucing itu.

Setelah bertemu Marya atau Dirnah istriku akhirnya Aku digiring ketempatku kembali, ketika kami akan menuju kesana banyak sekali ternyata kamera dan wartawan yang sudah menghadang. Kuingat nasehat istriku, kupasang wajah paling simpatikku. Ketika ditanya Aku menjawab. "Kita lihat saja kebenaran pasti akan menang." Berulanngkali kuucapkan dengan lantang dan penuh percaya dirri.

Malam pertama kulalui dalam kamar besi ini dengan galau. Aku tak dapat tidur dibuatnya, satu jam berlalu, 3 jam, 5 jam dan tepat jam 1 malam Aku tertidur. Dalam tidurku Aku berjumpa lagi dengan bocah laki-laki yang ingin kutendang kemarin. Sepertinya Ia sudah tumbuh agak dewasa sekarang. Kini wajahnya seolah tak asing bagiku, siapa dia, dimana aku melihatnya selain dihari itu. Aneh benar otakku yang cerdas dan biasa melahirkan strategi perang dan adudomba sana sini kenapa sekarang jadi tumpul. Sudahlah aku ingin melihat kehidupan bocah itu. Bocah itu ternyata anak pandai disekolahnya, bahkan ia sering mendapatkan juara umum.

"Hei Tuan, apa Tuan kenal tikus-tikus ini?" tanya bocah itu padaku.

"Tentu." Jawabku singkat dan ketus.

"Darimana mereka mengenal mereka? Apa sebab Tuan kenal mereka?" tanya bocah itu lagi.

"Karena Aku salah satu dari mereka." Jawabku.

Seketika itu sebuah sebuah sentuhan kurasakan. Sial betul ternyata sudah pagi, Aku harus menjalani pemeriksaan perdana ku. Para kucing menanyaiku dengan banyak sekali pertanyaan. Tapi aku sudah siap dengan pertanyaan mereka. Akhirnya setelah pertanyaan ke-110 ditanyakan, boleh juga Aku kembali ke selku itu. Setelahnya Aku diberitahu tentang kedatangan Dirnah. Dengan setengah berlari kuhampiri istriku sekaligus penasihatku itu.

"Mas Aku sudah temukan Kucing garongnya. Mas dijamin bisa bebas." Kata istriku itu berbisik-bisik.

"Benarkah? Apa yang kamu berikan?" tanyaku penasaran.

"Anaknya butuh dana untuk operasi, istrinya harus cuci darah dan Ibunya harus beli kornea mata orang."

"Bagus jadikan dia Kucing Garong yang sempurna. Mana pesananku?"

"Ini Mas." Kata Dirnah alias Marya istriku sambil menyodorkan sebuah cermin tua berukir kepadaku.

Setelah bertemu Dirnah, damai pula hatiku. Setelahya kulihat cerminku dan kini Aku yang tersenyum mengejek dalam hati Aku berkata tidak mungkin Aku terjerat begitu lama Hahahaha. Tapi aneh si Tonggos tetap mengajak bibir hitam tebalnya tersenyum bahkan bukan lagi tersenyum . giginya yang hitam kelihatan jelas sekarang. Dalam hati Aku berteriak "Aku pasti menang!". Aku kini terlelap dan bertemu Ibuku. Ibuku kini sedang menangis menunduk disebuah selokan. Heran betul Aku dibuatnya.

"Ibu apa yang Ibu lakukan disitu bu?" tanyaku padanya.

"Oh anakku.. huhuhu.. anakku... huhuhu untunglah kau disini, kukira kau akan selamanya berada dalam got. Huhuhu anakku yang malang.. huhuhu.."

"Kenapa Ibu berpikir Aku disitu Bu?"

"karena kau sudah berkepala tikus anakku huhuhu.. huhuhuhu.. kepala tikus huhuhu"

"Tidak bu, Aku masih berkepala manusia lihatlah."

"Tidak anakku.. huhuhu.. coba lihat kecermin..huhuhu"

"Ahh!!"

Betapa terkejutnya Aku, Aku melihat sebuah kepala dengan moncong panjang dan gigi yang keluar kedepan dengan mulut kecil mata kecil berbulu dan kuping yang menjijikan di cermin. Kemudian berganti wajah bocah laki-laki tempo hari dan kini wajah si Tonggos bibir tebal dan tukang senyum itu. Dia bukan lagi tersenyum sekarang ia tertawa. Benar-benar tertawa. Geram betul Aku dibuatnya. Kupukul dengan sekuat tenaga wajah itu tapi cermin itu melindunginya. "Kenapa kau tertawa?" tanyaku berkali-kali. Tak sekalipun ia menjawab, malah ia semakin tertawa. Semakin tertawa sampai terguling, muntah, buang air dan akhirnya mati.

"MAMPUS KAU! MAMPUS! MAMPUS!!" Teriaku dengan suara paling lantang yang kucisa. Senang betul Aku mati juga ia akhirnya.

Bahagia benar Aku melihat Dirnah sudah disini pagi-pagi. Tapi tak seperti kemarin, rambutnya yang bergelombang kini lepek, bibirnya yang biasanya merah kini jadi hitam. Bahkan bajunya pun hari ini hitam.

"Mas ini jebakan, kita dijebak. Kita sudah tertangkap. Semua harta kita sudah disita.. huhuhu" tangisnya meledak.

"Apa?"

"Ia Mas Kucing Garong itu Cuma pura-pura, ia menipu kita. Dan lebih sial lagi Si Sikut sudah bebas Mas, ia punya rekaman bukti bahwa Mas otaknya dan Ia pakai Kucing Garong beneran untuk melimpahkan segalanya ke Mas.. huhuhu.. kita gak punya apa-apa lagi Mas.. huhuhu"

"Apa?"

Mas kita cerai saja." Kata istriku yang kini entah siapa kurasa.

"Apa?"

"Selamat tinggal Mas."

Kini Aku sadar kenapa si Tonggos semalam tertawa begitu senang, ini ternyata yang ia tertawakan. Jika dulu ia selalu menungguku untuk ditertawakan, kini Aku yang menunggunya untuk tertawa bersama. Haahahaha, didepan cermin ini Aku selalu tersenyum dan menyeringai dan sekali waktu Aku tertawa hingga semua isi perutku keluar dan setelahnya kutelan lagi. Hahahaha. Apa kata Ibuku jika Ia melihatku seperti ini, kini Aku ingat siapa bocah laki-laki dulu itu. Dia anak Ibuku, putra satu-satunya Ibuku yang dulu Ia temui dalam cermin dan Ibuku mengangis didepan got karenanya. Kini jelas semuanya Aku harus tertawa didepan cermin itu selama Aku mampu melakukan itu. Atau mungkin Aku akan mati karenanya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun