Aku tersenyum, mengambil tanganmu dan mencium perlahan. Ada getaran kurasakan saat tangan halusmu kusentuh.
“Al …please jangan pergi. Kali ini saja. ”
“Ta, bukan kali ini saja aku pergi. Kenapa kamu setakut ini? Bukankah selama ini semua baik-baik saja?”
“Tapi, Al?” katamu dengan nada merajuk. Kali ini tanpa ada kemanjaaan, tetapi bertumpuk kekhawatiran. “Firasatku tidak enak,” sambungnya lagi, lirih.
“Sayang, pendakian ini sudah kami rencanakan. Kamu juga tahu kalau aku harus berangkat. Anak-anak baru itu butuh pembimbing dan ini sudah tanggungjawab kami,” tegasku menyakinkan Tata yang terus membujukku untuk membatalkan pendakian.
Mata bulat itu meredup, penuh rasa putus asa. Tata tahu tidak mungkin bisa mencegah kepergianku kali ini. Hati-hati, aku menunggumu kembali, akhirnya hanya kalimat itu yang mampu terucap dari bibirnya saat aku berpamitan pulang.