Di sekitar rumahku ini yang tertinggal hanyalah beberapa are sawah yang sudah dipetak-petak oleh pemiliknya. Tanah sawah ini tinggal menunggu titah sang empunya untuk disulap menjadi rumah, kos-kosan, jalanan aspal, gang sempit, dan got yang tidak sedap.
Tinggal di kota tanpa banyak pemandangan sawah menyisakan kenangan yang tidak lagi indah. Kota dengan seabrek fasilitas modern yang lengkap memang enak. Semua tinggal klik, start, dan kick. Ruang udara pun sesak oleh BTS-BTS, pemancar WIFI, hotspot, sinyal router, siaran radio, TV, dan kabel-kabel. Di kala hujan, jalanan yang mulus berubah menjadi sungai. Di kalan jam kantor dan jam sekolah, waktu seperti karet. Perjalanan 10 menit molor menjadi 100 menit. Keheningan suasana menjadi mahal harganya. Apalagi pemandangan asri dengan pemandangan sawah nan hijau menjadi impian orang kota. Tapi syukurlah, dekat rumahku ini, beberapa petak sawah masih eksis dan padipun masih tersenyum di pagi hari kala ku pandang.
Bayangkanlah 20 tahun lagi. Seperti apakah lingkungan sekitar kita?
Masihkah anak cucu kita melihat hijaunya sawah dan padi yang melambai?
ataukah mereka hanya tahu padi dari gambarnya saja?
Oh dunia....oh dunia...