Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan salah satu kendala realisasi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) adalah belum baiknya penerimaan masyarakat terhadap nuklir sebagai sebuah energi (Kompas, 7 Mei 2010). Apa yang dikatakan oleh Bapak Hatta Rajasa tersebut sangatlah beralasan. Betapa tidak, kita telah sering melihat tayangan di TV ataupun di koran tentang aksi demo sebagian masyarakat yang masih menolak penggunaan energi Nuklir di Indonesia. Tindakan sebagian masyarakat di media itupun, ternyata tidak jauh berbeda dengan apa yang langsung saya dengar dari rekan guru atau siswa yang saya ajarkan di kelas. Dalam suatu pelatihan tentang Nuklir, beberapa guru SMA diundang oleh Dinas Dikpora NTB dengan penyaji dari Pusat Kurikulum Depdiknas (sekarang kemdiknas) dan BATAN. Ketika para guru ditanya "Apakah Bapak/ibu guru setuju kalau di Indonesia menggunakan Nuklir?" Ternyata jawaban para guru sebagian besar menjawab "tidak setuju". Pertanyaan yang serupa saya coba tanyakan kepada murid-murid saya di kelas X dan XI IPA. Apa jawaban mereka?. Sebagian besar (sekitar 75%) anak-anak yang polos itupun menjawab "tidak setuju". Mendengar jawaban anak-anak itu, saya pun kemudian mencoba bertanya lagi kepada siswa saya, "bagi yang menjawab tidak setuju, coba ceritakan apa alasan kalian?". Ternyata jawaban mereka, "nuklir berbahaya pak, nanti kita dibom seperti di Jepang dulu". Oke, Mari kita berfikir jernih, siapapun anda. Bacalah terus informasi berikut ini agar bisa mendapatkan sumber informasi yang berimbang. Menurut sumber dari Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN), bahwa 1 gram Uranium setara dengan 13,7 barel minyak, atau 2,3 ton batubara, yang bisa menghasilkan energi sebesar 1 MWd (1 Mega Watt days). Perhatikan gambar untuk melihat perbandingannya.
KEMBALI KE ARTIKEL