Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Awas! Laknat Dibalik Nikmat

8 September 2011   03:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:09 310 1
[caption id="attachment_133502" align="alignleft" width="300" caption="illustrasi (datahardisk.blogspot.com)"][/caption] Ditengah kondisi persaingan hidup yang makin ketat, ada sebagian orang yang hidup bergelimang harta, jauh melebihi kemampuan orang yang berusaha atau berbisnis secara wajar. Mereka adalah orang orang yang mengumpulkan harta dengan cara illegal, baik dengan cara menyuap, menipu atau korupsi uang rakyat, yang semuanya dilakukan dengan kedok bisnis. Sebagian kecil diantara mereka, terkena sial karena tertangkap aparat penegak hukum dan dijebloskan di penjara. Namun, tidak sedikit yang sukses melenggang di alam bebas sambil menikmati hasil ‘perjuangannya’, belum tersentuh aparat penegak hukum. Potret buram seperti inilah, yang saya simpulkan ketika saya menyaksikan perilaku sebagian elit negeri ini seperti diblow up berbagai media belakangan ini.

Di sisi lain, ( yang ini pengamatan subyektif saya), sebenarnya banyak juga orang yang hidup berkecukupan dengan harta yang diperoleh dengan cara yang sah dan wajar, baik dengan bekerja sebagai karyawan/ pegawai, berwira usaha hingga menjual jasa lewat beragam profesi. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini, akan selalu merasakan kemahahadiran Tuhan dalam semua tahapan proses mencari, mendapatkan dan menggunakan harta yang diperoleh. Oleh karena itu, semua tahapan proses yang dilalui, diyakini tidak melanggar aturan Tuhan maupun aturan manusia. Goal kenikmatan terakhir yang hendak dicapai, bukan akumulasi harta dalam kenikmatan semu, tapi kemampuan memberi manfaat sebanyak mungkin kepada orang lain, yang merupakan kenikmatan sejati.Sayang, perjuangan orang-orangs inspiratif seperti ini, amat jarang diblow up media.

Diantara kedua potret manusia seperti digambarkan dalam kedua kelompok ekstrim tersebut, dimanakah posisi kita hari ini? Mungkin kebanyakan diantara kita akan menjawab : bukan termasuk di dalam kedua kelompok tersebut. Pasalnya, setiap manusia memiliki modal dan kecenderungan fithrah untuk selalu berbuat baik. Manusia memiliki potensi dan kemampuan mencitrakan sifat-sifat baik Tuhan dalam kehiudupan nyata, tentu sebatas kemampuan manusia. Tapi, pada waktu bersamaan, manusia juga memiliki hawa nafsu, termasuk nafsu gila harta yang merupakan salah satu senjata iblis untuk menjauhkan manusia dari fithrahnya. Pergulatan dan inetraksi psikis dan sosial di antara kedua kutup itulah, yang mungkin sering kita kenal dengan perjuangan. Siapakah yang bakal menjadi pemenang? Itulah pilihan yang harus kita sadari sebelum kita bersikap dan berpeilaku dalam hidup keseharian.Pilihan hitam atau putih dalam kehidupan, sudah jelas manfaat dan resiko yang bakal diperoleh.

Kalau demikian, adakah pilihan abu-abu dalam kehidupan?. Menurtut saya tidak ada. Yang ada adalah subyektivitas orang yang tidak bisa membedakan hitam dan putih sehingga merasa hidup dalam dunia abu-abu. Jika ada diantara kita yang masuk dalam kelompok ini, waspadalah!. Ada suatu kondisi dimana kenikmatan hidup bisa berubah menjadi laknat dan karunia yang diberikan kepada manusia merupakan laknat Tuhan. Dalam Islam, kondisi ini dinamakan istidraaj, yakni pemberian Allah kepada orang yang sering melakukan maksiat kepada-Nya. Semakin mereka melupakan Allah, Allah akan menambahkan kesenangan bagi mereka. Rasulullah SAW mengingatkan, "Jika kamu melihat Allah memberikan kemewahan dunia kepada seseorang yang suka melanggar perintah-Nya, maka itu adalah istidraaj." (HR Ahmad).

Menurut Abdullah Hakam Shah MA (2010), ada tiga golongan orang yang potensial ditimpa istidraaj. Pertama, orang-orang yang diberi nikmat kekuasaan, lalu ia sombong dan sewenang-wenang kepada rakyatnya. Kedua, orang yang diberi nikmat ilmu, tapi ilmu mereka banyak menimbulkan kerusakan bukan memberi manfaat bagi orang lain. Ketiga, orang-orang yang diberi kenikmatan harta, tapi justru makin menjuhkan mereka dengan Tuhannya. Semoga kita tidak termasuk golongan mereka dan diberi kamapuan untuk menjauhinya. Semoga kita termasuk orang yang konsisten memiliki komitmen menggapai sukses, yang tak sekedar mampu mengakumulasi harta, tapi mampu menggapai sukses sejati karena kehadiran kita mampu memberi banyak manfaat kepada sesama.***

Salam Kompasiana

Salam hangat dan tetap semangat

Imam Subari

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun