Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

THR Pembantu dan Uang Sekardus

4 September 2011   02:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:15 564 1
[caption id="attachment_132708" align="alignleft" width="261" caption="illustrasi (pontianak.tribunnews.com)"][/caption] Usai shlat Ied,saya dan keluarga langsung meluncur ke rumah Bu De, yang selama ini saya anggap sebagai orang tua sendiri. Di ruang tamu rumah Bu De, sudah berkumpul anggota keluarga dan kerabat. Suasananya benar-benar meriah. Makan-makan sambil berbincang santai, terkadang diselingi senda gurau..Pokoknya gayeng!

Hanya saja, ditengah suasana semarak perayaaan Idul Fitri kali ini, saya tidak melihat Wawan berkumpul bersama keluarga Bu De. ”Habis shalat Ied, dia langsung keluar. Jalan-jalan sama temannya,” ujar Bu De, ketika saya tanya keberadaan Wawan.

Siapakah Wawan? Apakah dia anak kandung Bu De? Bukan! Wawan adalah perjaka 23 tahun yang bekerja sebagai pembantu di warung Bu De. Meski berstatus pembantu, Bu De dan Pak De memperlakukan Wawan layaknya anak kandung sendiri. Begitu juga Wawan,memiliki ketaatan kepada Bu De dan Pakde layaknya orang tua sendiri.

Bagi orang yang belum mengenalnya, mungkin tidak percaya kedekatandan kehangatan Wawan dengan keluarga Bu De, majikannya. Selama lima tahun lebih bekerja sebagai pembantu, Wawan awalnya hanya digaji 400 ribu rupiah perbulan. Setelah dinilai kinerjanya bagus, gaji Wawan tiap tahun dinaikkan dan kini telah mencapai satu juta rupiah per bulan. Berbeda dengan upah pekerja formal, upah yang diterima Wawan adalah upah netto yang harus ditabung atau dikirim untuk membantu biaya sekolah adik-adiknya di kampung. Untuk urusan tempat tinggal, makan sehari-hari hingga biaya transportasi, semuanya ditanggung Bu De.

Apakah kelebihan Wawan sehingga dia disayang dan diperlakukan majikannya dengan hangat layaknya anak kandung sendiri? Dengan tugas utama sebagai pelayan di warung, Wawan dikenal disiplin, rajin bekerja, supel dalam bergaul dan memiliki integritas moral yang tinggi. ”Sudah puluhan kali saya ganti pembantu, namun belum ada yang kejujurannya menandingi Wawan,” ujar Bu De. Kejujuran dan keramahan Wawan tak hanya diakui keluarga Bu De, tapi juga diakui para tetangga di sekitar warung, yang umumnya pedagang pasar. Hampir tidak ada pedagang di pasar yang tidak mengenal sosok Wawan karena dia sering mengantar makanan dan minuman pesanan para pedagang.

Saking banyaknya pedagang yang sayang sama Wawan, lebaran kemarin Wawan ’kebanjiran’ hadiah semacam THR dari para pedagang. Sejumlah pedagang memberi angpau berisi uang. Ada yang membelikan baju dan celana jeans. ” Bahkan Aceng, China pedagang HP sebelah warung, membelikan sepasang baju koko dan sarung buat shalat. Padahal Aceng agamanya Budha.”jelas Bu De bangga. Beragam hadiah lebaran yang diterima Wawan, sejatinya hanya sebagai pelengkap keberhasilan Wawan merayakan Idul Ftri. Kenapa saya nilai sebagai pelengkap keberhasilan, karena selama ini Wawan sudah berhasil mengamalkan nilai-nilai kejujuran dalam sikap dan perilaku keseharian. Kejujuran adalah salah satu implikasi prakstisyang harus diamalkan seseorang yang berpredikat berhasil menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun