[caption id="attachment_135920" align="alignleft" width="300" caption="sri nengayem saat rekontruksi di rumahnya (dok.imam subari)"][/caption] Meski nama depannya sama, Sri yang satu ini bukan menteri dan bukan calon managing director World Bank. Sri yang satu ini, berasal dari keluarga miskin dan sedang bernasib kurang beruntung. Namanya lengkapnya Sri Nengayem, 32 tahun, warga Way Jepara, Lampung Timur. Ibu dua anak ini, kini ditahan polisi karena diuga terlibat pembunuhan Cristanto, suaminya. Otak pelaku pembunuh Cristanto adalah tersangka Adi, yang tak lain adalah teman selingkuh Sri. Prahara bermotif cinta segitiga ini, terjadi awal Maret 2010 lalu. Berawal dari penemuan sesosok mayat pria tak dikenal di sebuah danau di desa Keung Ringin, Pasir Sakti, Lampung Timur. Mayat ditemukan dalam kondisi mengenaskan dengan sejumlah luka tusukan. Polisi awalnya agak kesulitan, karena di tubuh korban tak ditemukan secuil pun identitas. Berbekal keterangan warga dan barang bukti, polisi mencurigai Sri Nengayem, yang tak melapor ke polisi, padahal sang suami tidak pulang ke rumah. Kecurigaan polisi makin kuat, karena saat diperiksa, polisi menemukan dompet berisi uang milik korban. Setelah diselidiki, dompet ini ternyata pemberian Adi. Hubungan asmara tersangka Sri Nengayem dan Adi, sebenarnya sudah terendus warga sejak lama. Awalnya, hubungan keduanya sebatas hubungan kerja. Adi bekerja sebagai mandor penjaga peternakan walet di desanya. Sedangkan Cristanto, suami Sri Nengayem adalah anak buah Adi. Agar hubungan kerja berjalan lancar, Adi memberikan fasilitas rumah untuk tempat tinggal keluarga Sri Nengayem-Cristanto, bersama dua anaknya yang masih SD. Bekerja sebagai penjaga sarang walet dengan gaji pas-pasan, ternyata Cristanto kesulitan memenuhi [caption id="attachment_135924" align="alignright" width="300" caption="tempat tinggal keluarga sri nengayem (dok.imam subari)"][/caption] kebutuhan hidup keluarga. Apalagi, kedua orang tua Cristanto, yang sudah berusia senja, juga ikut numpang tinggal bersamanya. Jangankan untuk membangun tempat tinggal, untuk membeli beras kebutuhan sehari-hari pun, Sri Neingayem sering kesulitan. Himpitan masalah ekonomi ini, ternyata membuat hati Adi terenyuh dan sering mengulurkan bantuan. Mulai bantuan uang untuk beli beras, biaya sekolah anak hingga membeli fasilitas dapur seperti kulkas. Setiap Sri Neingayem mengeluh kesulitan yang dialami, hamper pasti Adi membantu. Bantuan terus menerus yang diberikan Adi kepada Sri Nengayem, ternyata tidak gratis. Setiap istirahat menjaga sarang walet, Adi sering curhat colongan dengan Sri Ningayem, di ruang dapur. Sambil curhat di kursi dapur, Sri Nengayem biasa menyuguhkan secangkir kopi buat Adi. Sambil duduk berdua di kursi panjang, Sri Nengayem biasa mengeluh kepada Adi. Mulai soal keperluan membeli beras hingga kekurangan suaminya. Semakin sering curhat di kursi dapur, ternyata benih asmara keduanya makin bersemi dan terus berkembang. “Saya sudah sering mengingatkan agar keduanya tidak selingkuh tapi tidak digubris. Sri malah marah,” ujar Erna, mertua Sri Nengayem. Erna mengaku sering memergoki menantunya berduaan di kursi dapur, namun dia sering pura-pura tak melihat. Karena kobar api asmara yang kian tak terbendung, Adi diduga kuat makin bernafsu untuk memiliki Sri Nengayem. Sayangnya, berbagai cara telah diusahakan, namun keduanya tak mampu mengusir Cristanto untuk meninggalkan rumah. Akhirnya, Adi diduga nekad membantai Cristanto hinga tewas. Meski dituduh terlibat pembunuhan suaminya, Sri Neingayem membantah ikut merencanakan pembunuhan ini. “Memang saya mendengar dia ( Adi) akan mengarungi suami saya. Namun saat itu saya kira bergurau,” ujar Sri Nengayem. Saat mengikuti rekontruksi pekan lalu, tersangka Adi juga tak membantah telah menjalin hubungan asmara dengan Sri Nengayem. Akankah hubungan asmara Sri Nengayem- Adi akan berlanjut hingga pelaminan?. Entahlah. Yang jelas keduanya kini ditahan menunggu proses hukum untuk mempertanggungjawabkan perbuaatannya. Sedangkan kedua anak Sri Nengayem yang masih usia SD, kini dititipkan untuk diasuh tetangganya. Dia tak tega menyerahkan kedua anaknya untuk diasuh neneknya. Semoga kisah ini mampu memberi banyak hikmah dan pelajaran bagi kita. Setiap sikap dan langkah yang hendak kita putuskan, jangan hanya dilandasi emosi dan perasaan. Perlu pertimbangan rational tentang manfaat dan resiko setiap keputusan yang hendak kita pilih. *** Salam hangat dan tetap semangat. Imam Subari
KEMBALI KE ARTIKEL