Mohon tunggu...
KOMENTAR
Inovasi

Ini Dia, Sosok Ideal Kompasianer

17 November 2009   03:43 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:18 609 0
Salah satu dampak perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini adalah munculnya fenomena baru bernama Citizen Jurnalisme (CJ), yakni jurnalisme yang dikelola oleh warga. Warga tidak hanya diperlakukan sebagai obyek/ konsumen informasi tapi sekaligus berperan sebagai subyek/ produses informasi yang selama ini dimonopoli perusahaan media. Di satu sisi, trend baru ini memberikan dampak positif karena CJ dapat menjadi alternative baru sumber berita yang selama ini dipasok media umum seperti koran, majalah, radio dan televisi. Di sisi lain, trend baru ini memunculkan kekhawatiran, diantaranya berupa membanjirnya informasi sesat (kebohongan) yang justru akan merugikan publik/ khalayak. Dalam kondisi kegamangan itulah, menjadi demikian relevan untuk mempertanyakan perlukah menerapkan standar profesionalisme dan etika profesi untuk CJ agar kehadirannya dapat memberi manfaat positip bagi kepentingan publik? Saya tidak akan membahas hal ini karena sudah dianalisa secara cerdas oleh Pak Umar Hapsoro dalam dua postingannya di klik koki satu dan klik koki dua Sebagai Kompasianer penikmat Kompasiana yang selama ini dikembangkan dengan berbasis CJ, saya justru tertarik untuk diskusi mencari sosok ideal Kompasianer. Ini penting karena hanya lewat sentuhan sosok Kompasianer dengan kualifikasi yang kita idealkan, akan lahir karya-karya bermutu yang menyehatkan sekaligus menghindarkan publik dari pasokan informasi yang merugikan. *** Kalau kita cermati dari sisi content/ isi, sebenarnya Kompasiana memberi ruang untuk dua jenis/type tulisan, yakni artikel (termasuk fiksi) dan reportase. Meski demikian, tulisan-tulisan yang diposting di Kompasiana, menurut saya, ternyata  lebih didominasi tulisan reportase yang masuk kategori karya jurnalistik. Baik yang disajikan dalam kemasan feature maupun news feature. Sekedar berbagi dengan para penulis pemula ( ini masuk GR sok tahu apa nggak ya?), feature adalah salah satu teknik penyajian informasi, selain dalam bentuk berita (news) yang sering kita lihat di teras halaman utama media cetak dan elektronik serta media online. Berita atau news, biasanya berisi informasi tentang fakta yang penting namun disajikan dengan dangkal dan pokok-pokok saja karena harus dilaporkan segera (terikat deadline). Sedangkan feature menyajikan informasi yang lebih rinci agar publik tahu duduk persoalannya, mecoba menjawab pertanyaan why dan how secara lebih detail tanpa harus terburu-buru deadline. Tulisan feature dengan demikian, mampu menjelaskan sekaligus menawarkan alternative solusi bahkan prospek akan issue yang ditulisnya. Dengan batasan ini, penulis feature dituntut memiliki kemampuan professional sekaligus kompetensi sesuai minat dan keahlian masing-masing. Mau bukti? Simaklah tulisan-tulisan Kompasianer teraktif atau yang sering nangkring di lima peringkat teratas tulisan terpopuler dibaca dan terbanyak ditanggapi dalam sebulan terakhir. Diantaranya tulisan Pak Pray, Pak Chappy, Kang Pepih, Om Jay, Bung Inu, Prof Nur, Dokter Anug, hingga Kompasianer terseksi saat ini, Mariska Lubis (ML). Mereka umumnya datang dari beragam keahlian (kompetensi) namun gaya dan kemasan tulisan mereka di Kompasiana tak kalah bobot dan daya tariknya dengan karya jurnalis professional yang bekerja di perusahaan media. Tulisan reportase Pak Pray pada ulang tahun pertama Kompasiana misalnya, ternyata tak kalah bobotnya dengan reportase gabungan jurnalis professional sekali pun. Membaca tulisan itu, imajinasi saya langsung hanyut, seolah saya hadir di tengah2 pesta yang penuh kehangatan dan keakraban itu. Disajikan dengan informative dan menghibur sehingga enak dibaca. (mau bukti klik pak pray). Tulisan-tulisan Mariska Lubis (ML) yang konsisten dan fokus memotret berbagai fenomena kehidupan dari sudut pandang seksologi, juga dapat menjadi contoh lain. . Secara umum, tulisan-tulisan ML selalu diawali dengan pemaparan fakta fenomena kehidupan sehari-hari. Mulai fakta di lingkungan terdekatnya seperti dahsyatnya kenikmatan multi orgasme bersama sang suami hingga fakta banyaknya alat-alat bantu seks yang dijajakan di kios kaki lima saat ia jalan-jalan keluar negeri. Dari kesimpulan sementara itu, saya memasukkan tulisan-tulisan ML dalam kategori karya jurnalistik yang disajikan dalam kemasan feature. Pertanyaan berikutnya adalah apa saja kriteria sosok Kompasianer yang ideal? Menurut saya, idealnya sosok Kompasianer harus memenuhi tiga syarat kualifikasi, yakni profesional, kompeten dan beretika kepribadian. Khusus untuk kualifikasi profesional, sebaiknya hanya dibatasi dengan kemampuan professional sebagai CJ. Yakni kemampuan menggali, mengolah dan menyajikan informasi faktual dengan cara yang benar. Dengan batasan ini, profesionalisme juga harus melekat dalam proses kreatif CJ, tidak monopoli jurnalis yang selama ini bekerja untuk perusahaan media. Apakah anda sudah termasuk sosok ideal Kompasianer yang memenuhi kriteria di atas, silakan introspeksi diri sendiri. Saya sendiri belum karena baru belajar ngeblog kemarin sore plus masih gaptek pula. Tapi sebagai acuan untuk introspeksi sebenarnya relative mudah. Ya dengan melihat respon dan apreasiasi para Kompasianer lain terhadap tulisan-tulisan yang kita posting. Jika anda sosok ideal Kompasianer, tentu tulisan anda akan terus ditunggu untuk direspon bahkan bisa membuat Kompasianer lain kecanduan Namun kalau tidak, ya tinggal tunggu waktu. Tulisan anda akan dicuekin dan siap-siaplah anda tertinggal di landasan ketika pesawat Kompasiana sudah tinggal landas mengangkut penumpang para Kompasianer yang memenuhi standar kualifikasi di atas. Bagaimana dengan Kompasianer yang tergolong penulis pemula atau pendatang baru seperti saya ?. Sebaiknya jangan minder dan khawatir. Ada dispensasi yang memungkinkan anda bisa naik kelas atau tidak tertinggal di landasan. Yang penting anda memiliki modal dasar menjaga hati nurani yang diejawantahkan dalam etika kepribadian itu. Dalam diri kita, hati nurani tak pernah mati. Hanya saja, ia sering dilumpuhkan oleh nafsu sahwat yang antara lain menjelma dalam bentuk kebohongan dan ketidakjujuran yang memang berujung pada penyesatan yang merugikan publik. Soal kemampuan profesional dan kompetensi, mari kita terus belajar dan berguru dengan Kompasioners senior yang kita idealkan seperti di atas. Akhirnya, hanya dengan profesionalisme dan kompetensi yang bernurani  yang akan terus menumbuhkan kepercayaan publik terhadap CJ. Jika proses ini terus berlangsung, Kompasiana mudah-mudahan terus maju dan berkembang menjadi rumah sehat yang memberi banyak manfaat, bukan penyebar sesat pembawa laknat. Hebat bukan? *** Salam Kompasiana Imam Subari

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun