Mengutip pernyataan Martin Luther King (1960) "you are strong as the weakestof the people" yang artinya  kita tidak akan menjadi bangsa yang besar kalau mayoritas masyarakatnya masih miskin dan lemah. Maka untuk menjadi bangsa yang besar bangsa kita mayoritas masyarakatnya tidak boleh hidup dalam kemiskinan dan lemah. Dalam konteks bangsa Indonesia tentu pernyataan ini menjadi pernyataan positif sekaligus menjadi bahwa kita harus bangkit dari kemiskinan.
Kondisi masyarakat miskin di Indonesia saat ini terutama semenjak pandemi kembali memperihatinkan. Berdasarkan Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada 15 Juli 2020 Jumlah kemiskinan yang pada awalnya sempat turun tahun 2019, kini di tahun 2020 hingga tahun 2021 kembali meningkat menjadi 9, 78%. Jumlah penduduk miskin pada Maret 2020 sebesar 26, 42 juta orang, meningkat 1,63 juta orang terhadap September 2019, dan meningkat 1,28 juta orang terhadap Maret 2019.
Salah satu provinsi yang yang masih tinggi angka kemiskinannya adalah Provinsi Banten, berdasarkan hasil survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) jumlah kemiskinan di Banten akibat masa pandemi kemarin mengalami peningkatan. Hal ini dikatakan langsung oleh Gubernur Wahidin Halim (dikutip dari kompas 17/02/2021). Jumlah angka kemiskinan pada bulan September 2020 sebanyak 857.640 orang, atau bertambah 81.650 orang selama tujuh bulan.
Angka kemiskinan di Provinsi Banten dari tahun ke tahun jika dikalkulasikan memang masih tinggi. Tercatat jumlah angka kemiskinan di Banten pada tahun 2014 adalah sebagai berikut; jumlah penduduk miskin di Kota 381.18 sedangkan jumlah penduduk miskin di desa adalah 268.01. (Jamaludin, 2019). Pada tahun 2018 jumlah angka kemiskinan sebesar 5,25 % atau sebanyak 668.74 penduduk. Sedangkan tahun 2019 mengalami penurunan sebesar 0,15 % atau sebanyak 641.42 ribu (banten.bps.go.id).
Tentu banyak faktor yang menyebabkan kemiskinan di Indonesia tak kunjung usai dan faktor tersebut tidak mesti mululu karena faktor pendidikan, rendahnya derajat kesehatan, ataupun terbatasnya lapangan kerja. Artinya tergantung kita melihatnya dari dimensi apa kita melihatnya ataukah politik, sosial, lingkungan, ekonomi ataupun mungkin aset, yang pasti kemiskinan itu banyak faktor. Meski demikian kebanyakan faktor kemiskinan hanya dilihat dari aspek pendidikan, ekonomi, sosial dan lingkungan, sedangkan dari faktor kultural jarang sekali diperhatikan.Â