Pertama, manfaat bagi pribadi. Banyak yang berfikir “nyoblos gak nyoblos tetap bisa makan”. Pernyataan itu tidak salah, toh memang yang golput pun tetap bisa menikmati hidup seperti yang lain. Tapi kalau dikaji lebih jauh, ketika pemenang pemilu yang kemudian memimpin pemerintahan adalah orang yang tidak mementingkan kesejahteraan masyarakat, mengeluarkan kebijakan menaikkan harga bahan-bahan pokok misalnya. Lalu “si golput” berbelanja, baru terasa dampak kegolputannya. Contoh lain, ketika pemerintah yang baru, mengeluarkan kebijakan untuk tidak memberikan dana kepada sekolah dan perguruan tinggi negeri. Maka pelajar dan mahasiswa harus membayar SPP berkali-kali lipat karena tidak mendapatkan subsidi. Lalu baru berpikir “Andai semuamahasiswa memilih yang itu, dulu , mungkin gak gini”.
Selain itu, ada juga yang berfikir “Suaraku, emang ngaruh?” Masyarakat yang berpikir demikian beranggapan bahwa ia tidak akan menentukan kemenagan seorang calon pemimpin. Tapi ia lupa, bahwa sebagian masyarakat berfikiran sama.Kesamaan berpikir tersebut menyebabkan golput semakin banyak. Suara yang tidak digunakan tersebut tentu akan bermanfaat jika dipakai untuk memenangkan calon pemimpin yang baik untuk masyarakat.
Kedua, Manfaat bagi bangsa dan negara. Kalau tahun 1945-an, untuk mempertahankan kemerdekaan,masyarakat mengorbankan harta bahkan nyawanya, maka sekarang dengan memilih pemimpin yang tepat bagi bangsa dan negara. Bayangkan, jika salah satu pulau yang diperjuangkan mati-matian oleh pendahulu kita, harus lepas dari Indonesia hanya karena pemimpinn yang tidak peduli. Lalu siapa yang salah jika pemimpin tersebut menang? Tentulah masyarakat yang membuatnya menang.
Nyoblos atau golput memang sebuah pilihan, tapi tidak semua pilihan adalah tepat. Pertimbangan manfaat adalah salah satu alasan mengapa kita harus nyoblos,baik bagi diri sendiri maupun bangsa dan negara. Itulah esensi dari sebuah pemilu. Selamat memilih....
Deni yuniardi
Kadep Kastrat Kammi Unila