Berbagai julukan telah disandangnya, mulai dengan di sebutnya sebagai: "tirai bambu"; "negeri naga terbang"; "negeri panda"; "negeri para pendekar Kong Fu"; dan "belajarlah sampai ke negeri China". Kini bukan hanya itu saja yang menjadi julukannya, sepertinya tidak berlebihan apabila dalam tulisan ini saya ungkapkan negeri China seperti "Saat Panda Bermetamorfosis".
Salah satu strategi yang dilakukan "Panda untuk bermetamorfosis" adalah melalui proyek prestisiusnya yaitu "One Belt One Road Initiative", ini adalah inisitaf mereka untuk bekerja sama dengan negara-negara lain dalam memajukan ekonomi Bersama.
Bagai riak air yang menggelombang sampai ketepian terus menerus, kira-kira itulah cara kerja produsen-produsen China memainkan produknya. Tidak ada satu negara pun yang terlewatkan. China menempatkan duta besarnya di 169 negara di dunia, ini menunjukan bahwa sebagian besar dunia ini telah menjalin hubungan dipomatik mereka dengan China. Produk-produk China membanjiri pasaran dunia, menyaingi pruduk-produk lokal, mulai dari ikat rambut sampai sendal, dari bel pintu sampai piring makan, dari pensil murid sampai spidol guru, dari pena karyawan sampai jam tangan para eksekutif, dari alat kontrasepsi sampai vaksin, dari mainan anak di tangan sampai kembang api di udara. Ini memberi penjelasan bahwa sebagian besar penduduk dunia mengenal China dari produk-produknya yang inovatif dan effisien.
Beberapa negara menjadi kawatir dengan produk-produk lokalnya, seperti di India telah melakukan kampanye pemboikotan produk China melalui media social tetapi hal ini gagal membawa perubahan pada level bawah karena produk-produk China jauh lebih murah dan menarik, seperti yang di utarakan oleh Bathinda kepada Tribuneindia.com.
Lalu apa tujuan para pendekar untuk mejalankan proyek prestisuis ini?
Negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Pada saat ini saja peduduk China tercatat berkisar 1.39 miliar orang, sedang penduduk dunia berkisar 7,6 miliar orang, itu artinya 18% penduduk dunia ada di China, apabila kita melakukan perbandingan maka kita akan dapati penduduk China berbanding dengan penduduk dunia adalah 1 : 6 orang, dengan bahasa sederahan artinya diantara enam orang penduduk dunia ada satu orang China.
Setiap tahunnya penduduk China bertambah kira-kira 6 juta orang. Guru besar Northeast Forestry University Prof. Fenghe Qiao menyebutkan dalam 5 detik ada 3 bayi yang lahir di China namun disaat yang sama ada 2 orang China yang meninggal, itu berarti ada sekitar 11 - 12 kehidupan baru permenit yang lahir dan hidup di China.
Penduduk yang terus bertambah ini memerlukan begitu banyak kebutuhan seperti makanan, pakaian, pendidikan, pekerjaan, perumahan, hiburan, dan lain sebagainya. Coba kita bayangkan setiap hari ada berapa kilogram beras, sayuran, buahan, bijian, ikan dan daging yang harus tersedia di atas meja makan untuk dikonsumsi oleh lebih dari 1,39 miliar orang, berapa banyak benang yang harus dipintal untuk membuat baju, berapa banyak sekolah yang harus didirikan dan ditunjang oleh tenaga pendidik dan kependidikan, berapa banyak lapangan kerja yang sudah harus tersedia untuk menampung setiap orang yang akan bekerja dari berbagai macam disiplin ilmu, berapa banyak rumah yang harus disediakan setiap tahun bagi pasangan-pasangan muda yang baru menikah dan ingin memiliki rumah, atau tempat-tempat hiburan yang akan memberikan pelayanan dan kepuasan bagi setiap orang yang memerlukannya.
Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk mensejahterakan rakyatnya, rakyat yang terus bertambah menjadi perhitungan tersendiri, inventaris sumber daya pun mulai dilakukan baik sumber daya alam maupun manusia, pemetaan kekuatan ekonomi mulai dirancang, kebijakan-kebijakan dibuat dan dijalankan berdasarkan skala prioritas, bidang-bidang mendapat porsi yang sesuai untuk berperan dalam peningkatan kualitas menunjang program nasional.
Namun, sajarah panjang China membuat negara ini kenyang dengan pengalaman. Dinasti berganti dinasti, kaisar-kaisar datang dan pergi, masa-masa kejayaan tidak bertahan, penderitaan melanda negeri panda ini, penjajah datang membawa malapetaka, kekuasaan menyelimuti hasrat para pemimpin dengan idiologi-idiologi mereka dan negeri menjadi ladang prakteknya.
Sejak masa kelam dimana negeri panda ini pernah dilanda pergolakan politik, para pemimpin partai-partai beradu faham dan berusaha mencari simpati rakyat, perang sipil tidak bisa dielakan dan rakyat menjadi tumbal, juataan nyawa penduduk menjadi harga yang harus dibayar, China menambah catatan kelam negerinya. Masa-masa keemasan tinggal menjadi catatan sejarah tersapu bersih oleh gagang waktu yang datang melewati negeri.
Peristiwa-peristiwa kemanusiaan yang menjadi torehan hitam menjadikan setiap detail sejarah yang dianggap tabu akan menguap dan tak berbekas. Genggaman gambaran catatan sejarah tidak dapat di buka, para saksi terbungkam.
Tetapi ada satu cerita kelam setelah lebih dari 5 dasawarsa tersimpan, yang akhirnya dikisakankan oleh seorang pria konserfatif pemberani warga Beijing bernama Yang Jisheng mengungkap suatu kisah kelam dalam bukunya "Tombstone: An Account of Chinese Famine in the 1960s" atau "Batu Nisan: Sebuah Catatan Kelaparan di China 1962", yang dipublikasikan kembali oleh Tania Branigan pada The Guardian.com tertanggal 1 Januari 2013, disana diungkapkan tentang bencana kelaparan dengan jumlah korban jiwa sekitar 36 juta orang atau jumlah ini setara dengan 450 kali jumlah korban jiwa oleh bom atom yang di jatuhkan di Nagasaki atau lebih besar dari jumlah korban perang dunia pertama.
Dan masa kelampun berlalu, komitmen untuk bangkit dari keterpurkkan untuk membawa rakyat kepada kesejahteraan pun dilakukan. Perlahan namun pasti, praktik-praktik kekuasaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan berubah menjadi lebih baik, pemerintah China lebih bijak dalam memilih kebijakan, cara-cara pengedalian manusia kini lebih manusiawi.
Pada akhir tahun 1970an menjadi momentum bagi masyarakat China, program-program kesejahteraan negara dirancang termasuk program pengendalian pertambahan penduduk, pemerintah mengontrol dengan ketat kebijakan satu keluarga satu anak.
Hal ini harus dilakukan sebab paska perang sipil dan kematian akibat kelaparan menjadikan pertambahan penduduk semakin tak terbendung, negara khawatir dengan "baby boomers" yang akan terjadi oleh sebab itu pada akhir tahun 1970an pemerintah china mengeluarkan satu kebijakan bahwa satu keluarga hanya memiliki satu orang anak saja dan program ini telah diawasi dengan sangat ketat, tercatat kurang lebih ada tiga sangsi yang akan diberlakukan apabila hal ini dilanggar yaitu, sterilisasi, aborsi, atau sanksi administrative berupa denda.
Kelihatannya bahwa program ini berhasil, laju pertambahan penduduk yang melonjak di tahun 1960an sampai 1970an dapat di redam pada tahun 1980an sampai awal tahun 2010an, dan program ini mengantar pemerintah untuk dapat memantau laju pertambuhan sehingga dapat mengkalkulasi kebijakan.
Tetapi pada tahun 2013 kebijakan inipun dirubah dengan mengijinkan setiap keluarga dapat memiliki anak kedua apabila kedua orang tuanya hanyalah anak tunggal dengan ketentuan setiap pasangan harus merencanakan pernikahan pada usia dewasa dengan mengatur jarak kelahiran anak kedua.
Pertumbuhan ekonomi yang sudah menampakan hasil menjadikan China menjadi negara nomor 2 di dunia setelah Amerika Serikat dengan pertumbuhan ekonomi terbesar. Indikator pertumbuhan ekonomi menunjukan angka yang menggembirakan seperti Gross Domestic Product (GDP), Gross National Product (GNP), Consumer Price Index (CPI), Money Supply, Consumer Confidence Index (CCI), Standard & Poor's 500 Stock Index (S & P 500), dll.
China tak terbendung, setelah berhasil mengatur kebijakan ekonomi dalam negeri kini dia sementara bergerak untuk mengatur ekonomi dunia -- dan Panda pun terus bermetamorfosis.
Penulis
Jerry Mauri,
Kandidat Doktor di Northeast Forestry University; Akuntan, Guru dan Dosen di lingkungan Gereja Masehi Advent Hari Ketujuh Indonesia
Anggota Dewan Pembina PPIT Cabang Harbin.