Fenomena ini krn terkait dg upaya memunculkan kembali peran militer didalam kehidupan di Indonesia.
Tanpa diketahui asal muasalnya, tiba-tiba muncul istilah begal terhadap kejahatan-kejahatan jalanan yang secara hukum dikenal dengan nama pencurian dengan kekerasan atau biasa disebut rampok (365 KUHP), pencurian dengan pemberatan (363 KUPH), copet (362 KUHP) , pencurian motor.
Belakangan "begal" bahkan melebar seperti begal anggaran, begal demokrasi, dll.
Hal ini adalah agenda tersembunyi dengan maksud menyebarkan opini bahwa saat ini rawan & polisi dianggap tidak mampu menciptakan rasa aman di tengah-tengah masyarakat, padahal dilihat dari data, pengungkapan kasus kejahatan tradisional oleh Polisi mencapai 82%, tertinggi dikawasan asia, bahkan mungkin dunia, jika dikaitkan dengan anggaran minim yang diterima. Namun justru angka 18% yang selalu dimunculkan oleh media, Termasuk nettizer (ghost nettizer?)
Opini lain yang dipublikasikan yaitu Munculnya berita-berita lama yg terkait dgn polisi yg diserang oleh warga/preman/pelaku kejahatan, kemudian secara serampangan disimpulkan oleh media bahwa polisi saat ini tidak berwibawa di mata masyarakat.
Yang sekarang menjadi trending topic adalah munculnya istilah kriminalisasi yg ditafsirkan sebagai upaya bareskrim mencari2 kesalahan Mantan pimpinan KPK, sehingga ditimbulkan kesan bahwa yg dilakukan oleh polisi adalah salah.
Yang paling tidak sadar sedang dimanfaatkan adalah mereka mengaku sebagai koalisi masyarakat sipil, yaitu upaya gerilya yg dilakukan oleh Bambang Widjojanto, Imam Prasojo dan Deni Indrayana dengan dukungan LSM ICW, YLBHi, kontras, pukat ugm, dll, dgn menggalang BEM dan mahasiswa, dg alasan penguatan pemberantasan korupsi/reformasi polri dll, yg arahnya adlah pembentukan opini bahwa polri belum reformis.
Sebagai calon pemain utama yang akan naik panggung adalah TNI yaitu adanya upaya masuk ke dalam ranah pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, seperti TNI dg gunakan istilah OMSP yg arahnya adalah pengkondisian UU Keamanan Nasional.
Ada juga yang melakukan penggunaan media sosial yg dapat mempengaruhi publik dengan penyaluran konten informasi melalui media massa, yg menyalahkan Polisi dlm pelaksanaan tugasnya.
Beberapa media mulai melakukan pembusukan dengan diangkatnya kasus-kasus terhadap "WONG CILIK" yang sudah masuk tahap persidangan seperti kasus curi kayu jati oleh terdakwa nenek asyifa, dll.
Bahkan muncul kasus anak2 di sumut yg telah divonis hukuman mati, tujuannya adalah mengangkat bahwa polri tidak profesional dalam proses penyidikannya.
Padahal semua peristiwa yang dengan sengaja di blow up ini punya tujuan tertentu yg merupakan bagian dari sebuah operasi rahasia cipta kondisi.
TNI juga sudah dilibatkan dalam penanganan konflik sosial dengan ditandatanganinya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2015 terkait aturan penanganan konflik sosial.
TNI juga sudah mengangani masalah penanganan pupuk ilegal dengan ditandatanganinya MoU (Memorandum of Understanding) antara TNI dengan Mentri pertanian.
Tidak mau ketinggalan, PLN juga menandatangani MoU penanganan pencurian tiang listrik antara PLN dan TNI ( http://finance.detik.com/read/2015/03/20/163923/2864960/1034/berantas-pencurian-besi-tiang-listrik-pln-gandeng-tni-ad )
Nah semoga usaha TNI untuk kembali menjadikan dirinya sebagai trah kasta tertinggi di Indonesia berhasil dilaksanakan, sehingga Kopkamtib bisa kembali ada sehingga para LSM serta mahasiswa, apalagi koalisi sipil bisa segera dihilangkan dari muka bumi Indonesia.
Hidup Dwi Fungsi TNI, welcome back. Semoga kita kembali ke jaman Orde Baru dibawah TNI.