Sebagian teolog memahami bentuk jamak ini sebagai rujukan terhadap allah-allah lain. Mereka mempercayai bahwa penulis Kitab Kejadian menggunakan sumber-sumber kuno yang politeistik (mempercayai banyak dewa) dan mitologis (kisah-kisah legenda yang mengakar pada budaya tertentu). Sumber-sumber ini lantas dimodifikasi sedemikian rupa oleh penulis sehingga sesuai dengan paham monotheisme yang dia anut. Nah, bentuk jamak di ayat 26 merupakan peninggalan yang masih bisa terdeteksi karena si penulis gagal merevisi sumbernya secara teliti.
KEMBALI KE ARTIKEL