Mohon tunggu...
KOMENTAR
Ilmu Sosbud

Kontra Program Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dalam Pemindahan IKN

20 Agustus 2023   20:05 Diperbarui: 20 Agustus 2023   21:45 316 0
KLHK menegaskan bahwa pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur juga berjalan simultan dengan upaya pemulihan dan perlindungan lingkungan di sana dalam upaya pemulihan lingkungan, akan dilakukan melalui kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL), serta reklamasi dan revegetasi lahan pasca tambang.

Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan sedangkan Reklamasi dan pascatambang adalah salah satu upaya untuk meminimalisir perubahan alam dan lingkungan tersebut, serta memastikan lahan bekas tambang tetap mempunyai manfaat setelah operasi pertambangan selesai.

Tanpa melihat tujuan rehabilitasi hutan dan lahan, menanam pohon di lahan kritis akan berhenti pada angka-angka luas lahan. Padahal, rehabilitasi bertujuan menjadikan lahan terbuka menjadi hutan kembali. Kita tahu, definisi hutan adalah menciptakan iklim mikro hingga pohon berperan menyerap emisi karbon.

Untuk bisa sampai ke sana, rehabilitasi harus sempurna hingga hutan terbentuk kumpulan pepohonan dengan fungsi tersebut. Maka jika rehabilitasi hanya dilihat semata angka penanaman, tujuannya belum tercapai secara utuh. Kenyataannya, tiap rehabilitasi dianggap sebagai proyek sehingga program ini tak dikawal hingga akhir yang membutuhkan waktu panjang.

sudah puluhan tahun pemerintah menjalankan program rehabilitasi hutan dan lahan dengan biaya triliunan tapi tak menghasilkan peninggalan hutan yang luas.

Program rehabilitasi masih fokus pada penanaman dan pemeliharaan tahun pertama (tanaman umur 2 tahun) dan pemeliharaan tahun kedua (tanaman umur 3 tahun). Selebihnya, mulai pohon umur 4 tahun dan seterusnya pohon diserahkan pada mekanisme alamiah. Padahal untuk menjadi pohon dewasa yang sempurna menciptakan iklim mikro sebagai pengertian hutan, satu pohon butuh tumbuh hingga 15 tahun.

Jika paradigma lama ini masih terjadi, tidak heran jika rehabilitasi akan selalu dianggap sebagai cost center yang menjadi beban anggaran. Padahal, apalagi jika dikaitkan dengan krisis iklim sekarang, rehabilitasi adalah tugas utama KLHK.

Apalagi, biaya rehabilitasi tersedia melalui dana reboisasi, yang dipungut dari tiap volume pohon yang ditebang oleh industri kehutanan. Tujuannya agar tiap pohon yang ditebang tergantikan di tempat lain sehingga luas hutan kita seimbang mesti ada deforestasi yang direncanakan melalui pemberian konsesi.

Proses Rehabilitasi Hutan Tak Sebentar

Terkait keadaan hutan di Kalimantan, pemerintah seharusnya meningkatkan forest recovery. Namun, durasinya lama dan tingkat keberhasilannya rendah
berdasarkan catatan KLHK, kemampuan untuk melakukan rehabilitasi hutan 900 hektar per tahun punya persen keberhasilan yang rendah. Selain itu, butuh waktu sekitar 99 tahun untuk bisa mentransformasi hutan IKN menjadi hutan kembali

Kendala dan tidak efektifnya reklamasi lahan bekas tambang

Lahan bekas tambang yang sangat terdegradasi dapat kembali dijadikan hutan yang produktif dengan adanya tekad yang kuat dan ilmu praktek yang mumpuni. Reklamasi akan semakin mudah dengan memahami terlebih dahulu tantangan dan permasalahan apa saja yang akan dihadapi. Secara umum, permasalahan lahan bekas tambang berkaitan dengan kerusakan tapak baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Berikut ini adalah kendala-kendala yang sering ditemukan dalam kegiatan reklamasi lahan bekas tambang:

1. Bentuk Tatanan Lahan Buruk

Lahan bekas tambang memiliki karakteristik topografi dan hidrologi yang beragam tergantung kepada jenis bahan tambang dan cara penambangan yang dilakukan. Lokasi bekas tambang dengan tatanan lahan buruk mengakibatkan berbagai permasalahan seperti lahan berombak/bergelombang dengan tumpukan batuan penutup, tailing tersebar sporadis, tekstur dominan sangat kasar (pasir atau lebih kasar) atau sangat halus (klei berat), bekas lubang tambang banyak, kecil-kecil dan bertebaran sporadis, batuan penutup bersifat potentially acid forming (PAF), munculnya Air Asam Tambang (AAT), kondisi iklim kering, dan bahan amelioran untuk meningkatkan kualitas media tanam sulit didapat (Dirjen PPKL, 2016).

2. Kesuburan Tanah Rendah

Pada umumnya, tanah di lahan bekas tambang memiliki sifat fisik, kimia, dan biologi yang buruk. Menurut Suprapto (2008), lahan bekas tambang memiliki permasalahan fisik tanah terkait tekstur dan struktur tanah, permasalahan kimia tanah terkait pH tanah, kekurangan unsur hara, dan mineral toxicity, serta permasalahan biologi tanah terkait tidak adanya tutupan vegetasi dan tidak adanya mikroorganisme potensial. Lebih lanjut, Dirjen PPKL (2016) menyebutkan bahwa lahan bekas tambang memiliki pH sangat masam, tekstur berpasir atau klei sangat halus, kadar bahan organik sangat rendah, serta ketersediaan unsur hara makro dan mikro sangat rendah.

3. Kubangan Raksasa dan Singkapan Lapisan Potentially Acid Forming (PAF)

Kendala utama pada lahan bekas tambang adalah adanya kubangan raksasa yang dihasilkan dari pengerukan tanah dan bahan tambang terutama untuk penambangan batu bara. Menurut Sigh 2006 dalam Widyatmaji dkk (2019), kubangan tersebut biasanya akan terisi oleh air asam tambang. Air Asam Tambang (AAT) merupakan air pH di bawah 5 hasil lindian, rembesan, dan aliran dari batuan PAF yang menyebabkan asam sulfida (biasanya berupa pirit) teroksidasi dikarenakan beraksi dengan oksigen dan air hujan. Oleh karena itu, lubang tersebut harus ditimbun. 

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun