Mohon tunggu...
KOMENTAR
Pendidikan

Epistemologi Pembelajaran Islam di Pesantren 1

1 Juli 2013   08:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:11 494 0

Bahwa masyarakat Arab pra Islam tidak mempunyai sistem pendidikan formal, adalah konteks yang akan menjadi berbeda ketika Islam lahir dan kali pertamanya berkembang—untuk menyebutnya sistem, usaha pendidikan Islam semacam ini selanjutnya dikenal sebagai bentuk transformasi besar-besaran oleh Azzumardi Azra.

T.S Eliot mengungkapkan: “Masa kini dan masa lampau akan muncul di masa depan, dan masa depan terdapat di masa lampau.” Ungkapan ini setidaknya dapat disinggungkan pada pendidikan Islam yang secara historis berkembang di masyarakat Islam dalam bentuk dualisme sistem yang saling berhubungan: tradisional (klasik) dan sekuler (modern).

Upaya integrasi kedua sistem tradisional dan sekuler ini sebenarnya tidak jelas dimulai sejak kapan, namun yang jelas pada abad ke-18 mulai nampak wujudnya yang sempurna hingga masa sekarang. Rumusan menggabungkan kualitas-kualitas kedua sistem pendidikan ini akhirnya kian umum berlaku di kalangan cendekiawan muslim guna meningkatkan kualitas siswa didik di segala aspek kehidupan; baik kualitas intelektualitas mereka, dan kualitas kritis sumber penggerak kemajuan.

Pesantren, dalam satu sisi yang obyektif, adalah lembaga pendidikan Islam yang mengalami langsung proses penginterasian diatas. Dalam pada itu, pesantren memiliki karakteristik persambungannya dengan watak tarekat dan masa kehidupan beragama pra-Islam di Nusantara. Dikarenakan berhubungan langsung dan memiliki karakteristik inilah yang menyebabkan pesantren memiliki sejarah masa lampau yang sangat kompleks.

Pesantren sarat dengan nilai-nilai normative, tidak peduli asal-usulnya yang serba urban. Orientasi yang serba fiqih dalam tubuh pesantren inilah yang justru mendorong makin kuatnya kedudulan nilai-nilai normative tersebut. Penghayatan yang serba normative itu memunculkan idealisme kemandirian pesantren sebagai watak utama sistem pendidikannya. Hanya saja, kemandirian lalu menjadi sesuatu yang rawan, ketika ia kehilangan tumpuan normatifnya, yakni ketika pegawai atau suruhan orang tidak dipandang buruk oleh agama. Apalagi ketika orientasi fiqih sendiri mengalami kemunduran.

Namun pesantren sebagai lembaga pendidikan yang tradisional mempunyai ciri tersendiri, pesantren memiliki keilmuan tradisi yang berbeda dengan lembaga pendidikan lain. Ia merupakan sumber inspirasi yang tidak pernah kering bagi para pecinta ilmu dan peneliti yang berupaya mengurai anatominya dari berbagai dimensi. Dari kawahnya sebagai obyek studi, lahir doktor-doktor dari berbagai disiplin ilmu, mulai dari antropologi, sosiologi, pendidikan, politik, agama dan lain sebagainya.

Penelitian ini bergulat dengan refleksi pendidikan Islam di Pondok Pesantren Tradisional dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menganalisa epistemologi Pesantren Al-Anwar Sarang Rembang yang memegang teguh ketradisionalan pembelajarannya dengan model yang lebih progresif-kontekstual, dan pada saat yang sama penelitian ini bermaksud mengurai epistemologinya yang berkontribusi besar bagi eksistensi pesantren tersebut.

Problem utama pendidikan Islam saat ini, yang kemudian menjadi modus penelitian ini, adalah epistemologi. Sulit sekali dipungkiri, filsafat pendidikan yang diberikan para sarjana dan pemikir pendidikan sepenuhnya adalah filsafat pendidikan Barat, sehingga sistem pendidikan Islam sangat kental oleh pengaruh pendidikan Barat. Sedangkan diketahui bahwa pendidikan Barat dibangun diatas filsafat pendidikan yang sedikit banyak harus diakurkan terlebih dahulu dengan ajaran Islam, karena terkadang anti-metafisika yang menjadi landasan pendidikan Barat bertentangan sekali dengan keyakina pendidikan Islam yang kental dengan metafisika.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun