Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Tarik ulur kepentingan menjelang diusungnya Jokowi jadi cagub

21 September 2012   13:58 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:03 710 0
Apa jadinya jika pilgub DKI kemarin tanpa ada sosok Jokowi ? Mungkin hari ini kita sudah dianggap basi jika membicarakan tentang gubernur DKI terpilih.  Gak akan ada baju kotak-kotak yang menjadi trend dan pastinya gak akan ada euforia seperti yang terjadi belakangan ini. Sebagian besar media di tanah air meliput secara luas kemenangan Jokowi di pilkada DKI. Bahkan sampai-sampai media  dari AS  "The New York Times" turut menurunkan berita tentang fenomena Jokowi ini. Kemenangan Jokowi berubah menjadi kemenangan semua orang, luar biasa. Namun perjalanan Jokowi menjadi pemenang pilkada DKI ternyata tidaklah  mulus. Banyak tekanan kepentingan yang berusaha menjegalnya selama perjalanan mengikuti pilgub DKI. Tekanan itu juga dirasakan pada saat-saat menjelang diputuskannya Jokowi sebagai cagub yang diusung PDIP.

Siang itu, tanggal 6 maret 2012, sosok pria krempeng berpotongan sederhana terlihat keluar dari kantor PDIP Lenteng Agung Jakarta. Pria itu adalah Jokowi, walikota surakarta yang diminta ketua umum PDIP Megawati untuk mengikuti uji kelayakan  calon gubernur DKI. "Saya tidak mendaftar, tapi diminta bu mega untuk ikut seleksi, ya saya kesini" itulah kalimat pertama ketika ada wartawan yang mencegatnya untuk diwawancarai. Jokowi saat itu memang banyak disebut oleh media karena keberhasilannya memimpin solo sehingga layak untuk dijagokan bertarung memperebutkan kursi DKI-1.  Jokowi memang "diundang khusus" oleh Megawati agar mengikuti seleksi calon gubernur yang akan diusung PDIP. Awalnya Jokowi menyatakan tidak tertarik karena masih mencintai kota solo. Seleksi bakal calon cagub/cawagub itu diikuti Jokowi dan empat tokoh lain yaitu Nono Sampono (mantan Dan Paspampres era Megawati), Priyanto (wagub DKI), Bambang DH (mantan walikota surabaya) dan Boy Sadikin (putra Ali Sadikin). Tapi kemudian diketahui bahwa ketiga tokoh yang disebut terakhir itu mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Hingga akhirnya mengerucut hanya dua nama yang digadang-gadang oleh Megawati yaitu Jokowi dan Nono Sampono. Dari dua tokoh ini Megawati lebih condong ke Jokowi. Sempat tersiar berita bahwa Jokowi hanya akan diplot sebagai cawagub mendampingi cagub dari partai koalisi. Ini realistis karena faktanya kekuatan PDIP yang hanya punya belasan kursi di DPRD dianggap kurang pas jika mengusung cagub. PDIP akan berkoalisi dengan partai lain yang mengusung cagub, sehingga cawagubnya bisa diambil dari PDIP.

Namun pada saat bertemu Megawati, Jokowi mengatakan enggan jika hanya diusung menjadi cawagub, dia hanya mau meninggalkan solo jika diminta untuk bertarung memperebutkan kursi DKI-1. "Saya memilih kembali ke solo jika disuruh menjadi calon wakil gubernur" katanya polos ketika dikonfirmasi wartawan. Megawati yang menginginkan sekali munculnya sosok Jokowi di pilkada DKI menjadi bimbang. Di satu sisi Jokowi sudah terang-terangan tidak mau menjadi cawagub tapi disisi lain Megawati akan banyak ditentang jika mengusung Jokowi sebagai Cagub. Halangan itu bukan hanya berasal dari luar akibat tarik ulur kepentingan partai-partai tapi juga dari dalam internal PDIP sendiri. Kabarnya gara-gara Jokowi ini megawati sempat "berdebat panas" dengan suaminya Taufik Kiemas. Taufik dengan tegas meminta PDIP merapat ke Demokrat mengusung Foke sebagai calon gubernur dengan begitu PDIP akan dapat jatah cawagub.

Taufik minta PDIP segera mengambil sikap agar peluang mendapatkan jatah cawagub tidak keburu diserobot partai lain yang merapat ke Demokrat. Logis juga pemikiran Taufik Kiemas kala itu, dia meyakini bahwa perolehan suara PDIP di DKI yang minim di pemilu 2009 mustahil bisa memenangkan pertarungan merebut kursi DKI-1, apalagi calon yang diusung adalah Jokowi, orang luar Jakarta. Taufik Kiemas bahkan sempat bicara keras dan meminta partai yang dipimpin istrinya tersebut tidak berbuat konyol.  “PDIP harus cerdas, harus tegas, harus dukung Foke. Dia paling mengetahui kondisi Jakarta,” kata Taufiq di Gedung MPR/DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin 12 Maret 2012. Menurut dia, tak masalah apabila kader PDIP hanya mendapat posisi wakil gubernur selama mereka berpasangan dengan Foke. Suami Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri itu mengaku merasa tidak cocok dengan calon yang berasal dari luar DKI Jakarta. “Aku bukan tukang survei. Tapi aku lihat jagoan di Jakarta saja kerjanya setengah mati, apalagi orang daerah,” kata Taufiq yang terkesan menganggap enteng kemampuan Jokowi.

Waktu terus berjalan, keputusan harus segera diambil karena jika terlambat akan kehilangan segalanya, bisa-bisa jatah cagub gak dapat cawagub pun lepas. Sejarah Jakarta sedang menunggu Megawati. Dalam kondisi tekanan demikian Megawati berusaha bersabar, dia terus berdiskusi dengan orang-orang kepercayaannya. Megawati masih meyakini bahwa Jokowi pantas memimpin Jakarta. Melihat rekam jejaknya selama memimpin solo Megawati yakin betul bahwa Jokowi punya magnet yang kuat untuk menarik simpati warga jakarta. Jika memang Jokowi dikehendaki warga DKI siapapun yang mengusungnya pasti akan menang. Keyakinan itulah yang akhirnya menguatkan tekad Megawati untuk tetap mengusung Jokowi.

Pada hari kamis 15 Maret 2012 Megawati menghubungi Prabowo dan beberapa jam kemudian Prabowo merapat. Mereka berdua terlibat dalam pembicaraan serius, menimbang baik-buruk, menghitung dengan berbagai kalkulasi politik yang ada. Dan akhirnya keputusan yang mengubah sejarah jakarta lima tahun kedepan dibuat. Jadilah keputusan, bahwa PDIP dan Gerindra akan berkoalisi untuk mengusung Jokowi sebagai bakal calon gubernur DKI. Akhirnya pada 19 Maret 2012 koalisi PDIP dan Gerindra resmi mendaftarkan Jokowi-Ahok menjadi pasangan cagub dan cawagub DKI. Hari ini, keputusan penting Megawati mengusung Jokowi menjadi berkah bagi warga DKI. Selamat buat warga DKI, anda pantas bergembira karena berhasil memiliki gubernur pelayan rakyat seperti Jokowi ini.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun