Di pojok Timur  Gedung Sate, ada sebuah pasar kecil sebutlah itu Pasar Tani. Kecil bukan berarti remeh. Di tempat Inilah para petani bertemu konsumen secara langsung. Ini bukan hanya soal jual beli; ini adalah dialog. Sebuah percakapan diam-diam antara kesegaran sayuran yang baru dicabut dan tangan-tangan yang menghargainya.
Pasar tani adalah ruang pemberdayaan. Bagi para petani  ini adalah panggung tempat mereka tampil, membawa hasil panen terbaik, atau bahkan hasil olahan dari tangan kreatif mereka. Bagi konsumen, ini adalah peluang untuk menjadi bagian dari ekosistem, di mana setiap rupiah yang dikeluarkan langsung masuk ke saku petani. Ada semacam keadilan agraris yang terwujud secara sederhana.
Keanggunan Anggrek yang Memikat
Kontes dan pameran anggrek menjadi salah satu agenda yang paling dinanti dan disambut dengan antusias oleh masyarakat. Diikuti oleh 30 peserta yang membawa lebih dari 100 jenis tanaman anggrek, acara ini memamerkan keindahan dan keragaman spesies serta hybrid anggrek. Penjurian yang berlangsung kemarin, 14 Desember, dari pukul 1 siang hingga 5 sore, menjadi momen penuh ketegangan sekaligus kekaguman. Setiap anggrek dinilai dengan cermat berdasarkan keindahan, keunikan, dan kesehatannya. Â Mencerminkan betapa seriusnya upaya pelestarian flora eksotis ini. Tidak hanya sekadar kompetisi, acara ini menjadi ruang apresiasi bagi mereka yang merawat anggrek dengan penuh cinta dan dedikasi.
Beralih dari pasar tani dan kontes Anggrek. Festival durian menjadi magnet bagi pengunjung. Tidak hanya soal makan Durian gratis, meski itu jelas menggoda, tetapi juga ada pemilihan Durian Terfavorit. Di sini, durian menjadi simbol. Ia adalah produk lokal yang merayakan rasa. Satu keunikan yang hadir dari tanah subur Jawa Barat yang diharapkan bisa menembs pasar global. Durian bukan sekadar buah; ia adalah cerita. Sebuah riwayat panjang tentang hubungan manusia dan alam. Dalam daging lembutnya, kita mencicipi kearifan lokal yang terjaga, seperti halnya orang tua yang menyimpan cerita masa kecil dalam setiap gigitannya.
Di akhir pameran ini, kita mungkin akan membawa pulang sekantong hasil tani, satu pot  Anggrek, atau sekadar kenangan hiruk pikuk orang di pasar. Tapi lebih dari itu, kita membawa pulang sebuah ingatan . Bahwa di balik setiap butir beras dan setiap helai daun, ada cerita panjang yang lahir dari tanah.
Seperti kata seorang ahli lingkungan, Dr. Dewi Lestari, "Melestarikan alam bukan hanya soal menyelamatkan pohon, tetapi tentang menyelamatkan bagian terbaik dari kemanusiaan kita."
Dan seperti itu pula, dalam pameran ini, kita diingatkan bahwa melindungi hasil bumi adalah bagian dari melindungi diri kita sendiri. Sebab di ladang itulah, di tanah subur Jawa Barat, hidup kita bertumbuh.
"Sebuah bangsa hanya akan sebesar rasa hormatnya terhadap tanah dan orang-orang yang menggarapnya."
--- Pramoedya Ananta Toer, sastrawan Indonesia.