Apabila sedang beruntung seperti saat ini, mendapat mobil omprengan cukup terbantu dibandingkan naik bis minimal mendapat tempat duduk sampai tujuan, walaupun penumpangnya sama sesaknya dengan biskota atau angkot karena supir omprengan biasanya juga memaksimalkan tempat duduk yang ada dalam mobilnya bahkan terkadang overload.
Setelah mendapatkan angkutan masih harus bersabar dengan macetnya Jakarta, untuk kondisi tidak hujan saja pada jam pulang kantor macet apalagi setelah hujan mengguyur Jakarta, sudah dapat dipastikan genangan air dimana-mana, yang menurut Bung Foke genangan air dan banjir beda tapi keduanya sama-sama menimbulkan MACET yang super lama.
Antrian panjang kendaraan yang bergerak berlahan dengan ruas jalan yang sangat terbatas, motor yang berusaha mencari celah diantara mobil dan bis, ditambah angkutan umum yang menaikan dan menurunkan penumpang sesuka hatinya benar-benar membuat keadaan lalu lintas setelah hujan semakin semrawut.
Jarak tempuh jakarta-bekasi kondisi tidak hujan dan tidak ada rombongan pejabat lewat biasanya ditempuh 2jam perjalanan, anda dapat bayangkan apabila hujan dan banyak genangan berapa lama waktu terbuang di jalan dengan percuma. Bersabar menunggu kendaraan bergerak sedikit demi sedikit, walaupun saya tidak mengendari sendiri terasa jenuh sekali dalam kendaraan terlebih untuk mereka yang mengendarai mobil sendiri dapat saya bayangkan capeknya pasti luar biasa. Merasakan kondisi seperti ini setiap hari, membuat saya berpikir masih mampukan saya hidup lebih lama lagi di Jakarta tercinta ini? Masih layakkah Jakarta disebut kota besar dengan fasilitas dan transportasi umum yang serba terbatas dalam hal pelayanan dan armada. Dalam hal ini saya bukan ahli kebijakan yang dapat memberikan saran kepada pemerintah, tetapi hanya seorang pekerja commuter yang masih harus terus berjuang untuk menghadapi macetnya Jakarta yang semakin hari semakin parah.