Mohon tunggu...
KOMENTAR
Cerpen

Malaikat Tak Bersayap

17 Agustus 2012   19:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:36 350 0
Februari 2007. Masih terekam jelas semua kejadian mengerikan yang berlangsung begitu cepat, tragis, dan berujung maut yang sebenarnya sangat sulit untuk diterima dan dicerna. Bagaimana tidak? Teman sepermainanku meninggal setelah 1 minggu mendapat perawatan dari rumah sakit karena kecelakaan sepulang sekolah dan aku harus mengetahui berita itu tepat di hari di mana aku sedang tidak berjaga di rumah sakit.

Pukul 07.15 saat kelas belum lagi mulai, aku melihat salah seorang temanku menggenggam teleponnya dan meminta izin keluar kelas. Ia kembali dengan mata berlinang, tanpa mengeluarkan sepenggal kata pun. Tak lama berselang, speaker yang terpasang di semua ruang kelas berbunyi, terdengar lantang suara kepala sekolah kami yang membawa kabar duka bahwa temanku telah tiada. Sulit rasanya untuk percaya hal itu mengingat semalam aku masih melihatnya bernafas di rumah sakit sampai sekitar pukul 2 pagi. Mengapa secepat itu? Mengapa tidak saat aku ada di sana? Apa doa dari kami semua tidak cukup bagi Tuhan untuk menyembuhkannya?

Menyesal, sedih, marah, kecewa, itu semua kurasakan semata-mata karena ketika siang terakhir di sekolah, dia mengucapkan selamat tinggal dan aku mengiranya sebagai gurauan semata. Hal itu memang tidak biasa dilakukannya dan ketika tiga kali ia mengulang hal itu, aku menanggapinya meskipun aku masih agak bingung dengan apa yang dilakukannya. Mengapa kata terakhir yang keluar dari mulutnya adalah selamat tinggal?

Minggu-minggu awal, aku merasa hidup ini sangat tidak adil dan terlalu berat untuk dilalui. Aneh rasanya seminggu sebelumnya mengingat kami masih pergi main berkumpul bersama, duduk berkelompok di kelas, dan menjalankan ujian akhir sekolah bersama, lantas di minggu berikutnya dia sudah terbaring kaku di tempat peristirahatannya yang terakhir. Hanya dalam seminggu, dunia ini rasanya jadi terbalik.

Tepat di saat seperti itu, Tuhan nampaknya tidak tinggal diam. Dia membantuku melewati saat berat ini dengan mengirimkan seorang teman, berbagi cerita, tawa, duka yang kadang mampu mengerti apa yang ada di pikiranku tanpa perlu aku berucap. Sungguh menyenangkan rasanya memiliki seorang sahabat seperti itu. Selalu ada, menemani, bahkan tanpa diminta. Berkorban menembus jarak untuk sekedar menemani makan, bercerita, tak jarang menunggumu sampai terlelap.

Tetapi seperti layaknya pepatah dalam bahasa Inggris, "people always leave", dan hal itu memang benar adanya. Tidak berselang lama, orang itu pun pergi meninggalkan aku, entah karena merasa aku sudah mampu berdiri sendiri dan tertawa lagi atau karena merasa tidak nyaman dengan aku yang semakin 'attached' dengan keberadaannya. Sulit rasanya ketika seseorang yang dijadikan pegangan tiba-tiba menghilang begitu saja. Butuh waktu satu tahun untuk aku pulih dan menjalani semua tanpa beban dengan kemampuan aku sendiri.

Namun meski begitu, aku tidak akan pernah melupakan jasa malaikat tak bersayap kiriman Tuhan itu. Karena bagaimanapun, dia lah orang pertama yang berhasil menolong aku bangkit dan tersenyum ketika warna dunia terlalu kontras bagiku.

Untuk kamu malaikat tak bersayap, terima kasih karena telah membantuku mengulaskan senyuman di bibir ini lagi, kamu tidak akan pernah tahu betapa berartinya itu bagiku.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun