Mohon tunggu...
KOMENTAR
Humaniora

Beringin Seorang Ibu Penuh Kesabaran & Keteduhan

21 Maret 2013   02:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:27 345 1
Masih teringat jelas saat seorang perempuan menceritakan filosofi sebuah pohon beringin yang selalu senantiasa memberikan ketenangan dan keteduhan juga memiliki banyak manfaat lain bagi disekelilingnya. Sontak terbersit dalam hati dan pikiran ilustrasi itu seperti sosok penuh kasih sayang, dan kelembutan , siapa lagi jika bukan malaikat tak bersayap yang allah ciptakan ke muka bumi ini yang sangat istimewa dan tinggi derajatnya ia adalah Ibu.

Bahaz Ibnu Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya Radliyallaahu ‘anhu berkata: Aku bertanya: Wahai Rasulullah, kepada siapa aku berbuat kebaikan?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ibumu.” Aku bertanya lagi: Kemudian siapa?. Beliau bersabda: “Ayahmu, lalu yang lebih dekat, kemudian yang lebih dekat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Ku kan coba bagi kisahku tentang sosok seorang ibu bernama Een Jaenab, beliau lahir 13 Juni 1971 disebuah desa di Purwakarta. Beliau lahir dari keluarga yang sederhana, dan kesederhanaannya itu masih tetap ada dalam dirinya hingga kini. Beliau pun bukan seorang anak yang tumbuh dari keluarga yang cukup harmonis, saat beliau duduk di sekolah dasar kedua orang tuanya memutuskan untuk berpisah dan beliau pun menjadi anak yang di terlantarkan. Ibunya pergi ke pesantren mencoba menenangkan diri dari segala permasalahan yang dihadapinya saat itu dan hanya menitipkan anaknya tanpa bekal apa – apa pada adiknya. Dan ayahnya pun menikah lagi.

Ia tumbuh menjadi sosok wanita yang kuat dan tegar, tak sedikit masalah yang harus beliau hadapi saat masa – masa sulitnya. Meski Sekolahnya hanya bermodalkan kresek plastic untuk tasnya dan sepatu yang sudah tak layak pakai sebagai alas kaki untuk pergi ke sekolah, tapi semangat beliau untuk mencari ilmu tidak surut sedikitpun walau kondisi seperti itu beliau tidak menyerah pada keadaan. Untuk menutupi tunggakan SPP saja beliau harus menjadi buruh pemetik daun teh dulu, apalagi untuk jajan rasanya jauh berbeda dengan kehidupan anak – anak jaman sekarang yang dengan mudah meminta uang jajan kepada orang tuanya, dan jika tidak dikasih tinggal marah dan ngambek. Pernah suatu ketika beliau ingin jajan lalu meminta pada ibunya bukan uang yang ibunya berikan pada beliau melainkan sapu lidi untuk dipukulkan. Itu juga bagian dari hidupnya yang membentuk karakter dalam pribadinya menjadi kuat dan tegar.

Beliau tumbuh menjadi sosok gadis yang cantik hati dan fisiknya, tak salah bila beliau menjadi bunga desa di tempatnya. Tak sedikit kaum pria yang ingin menjadikannya pendamping hidup namun atas izin dan ridho allah ia pun bertemu jodohnya 21 tahun yang lalu di sebuah warung di dekat rumahnya. Banyak pria di desanya yang sangat mengagumi beliau namun ternyata jodohnya bukan berasal dari desanya melainkan dari tanah jawa tepatnya kota purworejo. Hanya cukup waktu 3 bulan untuk perkenalan dengan intensitas bertemu satu minggu sekali itu pun saat calon suaminya dines ke purwakarta. Calon suaminya yang baru ia kenal tiga bulan kebelakang dengan gagah dan berani meminta di pertemukan dengan walinya untuk meminta izin ingin segera meminangnya. Di luar dari perkiraan beliau sosok ayah yang begitu tegas di seganinya teryata memberi restu yang indah bagi pernikahan mereka berdua.

Pernikahan yang sederhana dan khidmat pun terjadi memberi warna baru dalam hidupnya. Beliau pun diajak hijrah ke bandung, setahun berlalu setelah pernikahannya beliau di titipi janin oleh allah di rahimnya, tentu kabar gembira itu pun rata menyebar di keluarga dan menjadi kebuah kebahagiaan yang indah meskipun si jabang bayi belum terlahir namun kebahagiaan itu terlukis pada perhatian – perhatian yang diberikan oleh orang – orang terdekatnya khususnya bapak mertuanya.

Mengandung adalah ladang pahala bagi setiap wanita muslim meski begitu kesabaran harus tetap terjaga tidak sedikit perempuan hamil mengalami ngidam, itu pun yang di alami beliau kurang lebih empat bulan ia selalu merasakan mual yang hebat sehingga sesuap nasi pun sulit untuk masuk mengisi lambungnya. Beliau hanya bisa mengisi perutnya dengan mie instan dan susu formula bagi ibu hamil. Bukan hanya gundah yang harus ia alami, beliau pun di tuntut mandiri karena selama ia mengandung suaminya di tugaskan di luar kota intensitas bertemunya pun masih tetap satu minggu sekali. Setelah Sembilan bulan sepuluh hari mengandung lahirlah putri kecil melengkapi seluruh kebahagiaan keluarga mereka.

Beliau mendidik putri kecilnya dengan apik dan penuh kasih sayang. Beliau pun tak pernah lupa untuk selalu menanamkan nilai – nilai agama pada putri kecilnya. Dalam pandangan ku beliau sosok yang benar – benar hebat, dengan segala keterbatasan ilmunya beliau tetap memberikan pendidikan pra skolah dari mulai menulis, berhitung, mendongeng, mengaji, mengajarkan hal – hal agama lainya. Beliau pun membesarkan putrinya dengan kedisiplinan tinggi sosok itu tampak seperti pada sosok ayahnya dahulu. Beliau selalu membiasakan putri kecilnya untuk mendirikan sholat lima waktu dan syaum ramadhan sejak dini. Meskipun begitu semua memiliki ibroh yang besar untuk kehidupan putrinya.

Kesabarannya pun masih harus di uji, putri kecil yang ia sayangi melebihi dirinya terdiagnosa memiliki kelainan jantung dan pernapasan pada paru – parunya. Seketika gundah menyelimutinya kembali. Pada suatu hari saat putri kecilnya pulang sekolah iia harus mendapati putrinya terkujur kaku kesakitan di dadanya, air matanya pun seketika berjatuhan melihat kesakitan sang putri yang dibaringkan di sofa, beliau pun mencoba untuk tetap mengajak putrinya bicara dan minum meski harus di suapi oleh sendok. Pada saat – saat sulit seperti ini pun ia tetap harus menghadapinya seorang diri, dengan kekhawatiran yang meliputi ia pun memberanikan diri unruk meminta tetangga membantu membawa putrid sulungnya ke rumah sakit, (kondisi terparah putrinya saat itu pukul tiga pagi yang mana waktunya orang- orang beristirahat) meski harus meninggalkan si bungsu di rumah sendirian.

Setelah tiba di rumah sakit dan putri sulungnya telah mendapat pertolongan pertama beliau dihadapkan pada kondisi putrinya harus menjalankan oprasi penyedotan cairan pada paru – parunya, jika tidak si sulung dikabarkan tidak akan selamat. Beliau pun mengambil tindakan untuk menyetujui oprasi untuk putri sulungnya, yang mana hingga saat ini putri sulungnya masih bisa memberi senyum untuk sang ibu. Harapan pun masih terpatri dalam hatinya ingin tetap melihat putri – putrinya tumbuh menjadi muslimah yang sholehah dan berhasil.

Sepenggal kisah sederhana dari sosok ibu yang bernama Een Jaenab menyadarkan kita bahwa Kesabaran dan Kemuliaan seorang ibu memang benar adanya dari kisah ini banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dan mungkin bisa di jadikan motivasi untuk kita, terutama agar kita selalu memuliakan seorang ibu, jangan sampai hati kita menyakiti hatinya, karena rosulullah SAW bersabda : “Allah melarang kalian durhaka kepada ibu kalian.”(HR Bukhari)

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun