Seorang Pengusaha Kuliner di Yogyakarta yang saya kenal, sudah memiliki dua cabang rumah makan , cukup untuk memberikan nafkah bagi kehidupan seluruh keluarganya. Bukan masalah usaha rekan saya yang saya ingin bicarakan, tetapi kepedulian dia terhadap orang lain yang menjadi inspirasi saya.
Awal mula keterlibatannya berempati kepada orang lain adalah dari sisa makanan hasil dagangan yang biasanya masih tersisa ketika rumah makannya tutup. Untuk menjaga kualitas maka dengan terpaksa sisa makanan akan dibuang karena kalau dihangatkan dan dijual lagi esok harinya akan menurunkan kualitas kuliner yang dijualnya. Ketika itu ada rekan yang menawarkan untuk membagikan sisa makanan untuk para orang jalanan daripada hanya dibuang tak berguna.
Dari pemberian sisa makanan inilah Pria ini berhubungan dengan komunitas marjinal, yang biasanya dianggap sampah masyarakat, dipandang sinis dan menjadi musuh pemerintah kota karena menggagu keindahan dan mencegah suatu piala Adipura bisa disandang.