Kedai itu berada pada bekas icon hedonism kota budaya yang sedang menuju mati suri. Betapa tidak, keramaian sekarang berpindah pada pinggir jalan menuju bandara. Kedai dengan tampilan tidak Indonesia itu tetap gagah mentereng di pinggir foodcourt lebar yang selalu dipenuhi bocah-bocah sekolah menengah atas. Kedai tersebut jualan kentang, ya, berusaha menjadikan kentang sebagai alternatif dalam bersantap. Betapa percaya dirinya kedai tersebut, sampai saat ini belum ada substitusi yang bisa semantap nasi. Dengan semboyan "I WONDER HOW HEALTHY FOOD COULD BE THIS DELICIOUS" kedai tersebut berani membuka lapak dari jam 9 pagi sampai jam 9 malam. Dan tak ayal, kedai sepi pengunjung dari awal lapak dibuka sampai menjelang petang, dan mulai dihampiri segelintir pengunjung di petang hari menuju malam, kalah bersaing dengan warung nasi mungkin. Bahkan ada pula yang memberi kritik bahwa kedai tersebut tidak nasionalis, sangat malah. Konsep serba Britania yang diambil dan menu yang bukan makanan pokok Indonesia mungkin yang menjadi inspirasi pengkritik. Tetapi konsep hanyalah konsep, sang pemilik tentu punya alasan tersendiri dalam memilih tema. Britania diambil karena melihat sejarah kentang itu sendiri. Ketika dibawa dari daerah asalnya di Peru menuju Inggris, kentang langsung diminati oleh penduduk setempat. Dan menurut beberapa sumber, dari Britania ini lah kentang kemudian populer di Eropa. Hal tersebut yang menjadikan seluruh ruangan kedai di dominasi warna merah, biru, dan sebagian kecil warna putih. Gambar Union Jack tercetak besar pada salah satu tembok, wagon pun dihiasi dengan gambar bendera Britania Raya tersebut.