Nafasku sudah tak beraturan,kondisi tubuhku pun sudah berantakan. Meskipun begitu, aku terus berlari menyusuri lorong rumah sakit yang lumayan ramai. Tak peduli kata-kata orang yang tak sengaja ku tabrak saat berlari, tak perduli cemohan orang yang mengatakan “hei,kau pikir ini dimana sehingga kau bisa berlari seenaknya” “perhatikan jalanmu!”. Tak, aku tak peduli itu semua. Yang hanya ada dipikiranku saat ini hayalah satu, ayah.