Jadi permasalahan dari itu semua adalah bagaimana umat memegang kelegaan hari dan lebih memprioritaskan kepada solidaritas sosial dalam menghormati satu sama lain.
Di Indonesia, warga negara sudah sangat paham ketika belajar toleransi antar umat beragama. Sejauh ini bahkan cukup efektif dalam meredam perbedaan yang sering diistilahkan oleh negara dengan sebutan SARA. Simbol Bhinneka Tunggal Ika walau belum 100% menjadi solusi, ternyata cukup kuat merekat bingkai kebangsaan dan nasionalisme di Indonesia. Permasalahannya buat umat bisakah bingkai "UMMATAN WAHIDAN" (umat yang satu seperti anggota tubuh) bisa dimaknai dengan lebih cerdas dan tepat. Sebab secara objektif, pemahaman toleransi "inter" umat beragama masih menyisakan lubang yang lebar untuk dijembatani agar terwujud ukhuwah islamiyah yang kaffaah.
Detik-detik menjelang maghrib ini saya berdoa, "Semoga Allah memberikan kekuatan dan kepada kaum muslimin untuk menyatukan qalbu demi terwujudnya baldatun thayibatun wa rabbun ghafuur". Amin
Bandung, 29 Agustus 2011
17.43 WIB