Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe

Kata Petaka itu pun Terus Bereaksi (Fatin SL)

11 Juni 2013   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:11 2144 13
Huft…rasanya kembali terpanggil jiwa ini untuk menulis di Kompasiana setelah lama sibuk di dunia nyata. Sebelum ini, dua buah tulisan sudah saya buat dengan judul “X Factor Indonesia beserta Faktor X nya (Fatin Shidqia Lubis)” dan “Tanya Kenapa?! Fatin Shidqia Lubis”.

Sudah mulai...

Memang sedikit banyak mengusik hati dan menggunggah akal pikiran untuk berbantah-bantahan tentang sebuah tulisan lampau yang di muat pada tanggal 08 Juni 2013 oleh saudara Mukti Ali. Tulisan yang termasuk berisi kritikan yang cukup fulgar dan bisa menimbulkan perpecahan jika saja diteruskan. Kritikan yang menyudutkan seorang juara ajang pencarian bakat ini secara otomatis menyalakan sirine kemarahan dan kegalauan pikiran masyarakat kompasiana, Fatinistic, Haters (mungkin juga), Netralisme, dan entah siapa lagi.

Lagi-lagi harus mendinginkan kepala dan menenangkan hati untuk menelurkan sebuah bantahan tulisan yang objektif (maaf lahir batin ya, kalau belum objektif..  :) ). Sekiranya saja kita mau deret dan bariskan sejumlah artis/penyanyi lama yang notabene mereka Islam, niscaya kita akan dapati mereka belum tentu baik dari pada penyanyi pendatang baru jebolan XFI ini. Sekiranya juga kita mau telusuri rekam jejak prestasi dan sensasi artis/penyanyi lama selama berindustri di dunia musik dan selebriti, niscaya juga kita akan dapati juara XFI yang tampil sedari awal dengan berjilbab ini lebih baik dari mereka yang ada. Sekiranya lagi, jika kita mau memunculkan sejumlah artis penyanyi lama yang ingin terus populer dengan menggadaikan kemolekan tubuh ketimbang karyanya, niscaya lagi kita akan mendapati mereka tidak lebih baik dari seorang penyanyi remaja yang sedang berusaha belajar menghasilkan karya-karya besar dengan tetap menjaga kehormatan dan harga dirinya.

“Jangan salahkan buah muncul, tetapi pertanyakan dimana pohon berbuah itu ditanam”, pepatah baru yang mencuat saat tulisan ini diketik (hehe..). Jangan salah dan perdebatkan nama dan pribadi Fatin Shidqia Lubis. Ia hanya buah ranum yang tumbuh melalui lingkungan kompetisi bernyanyi. Menyebut Fatin sebagai petaka, rasanya terlalu kasar dan anarkis. Memang kalau membahas hukum bernyanyi di depan umum bagi seorang perempuan, ada banyak syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai hukum nyanyian dan alat musik dibilang “Mubah”. Dan tidak perlu pula membahas tentang karakter-karakter ulama dalam berfatwa tentang hukum bernyanyi dan alat musik. Cukup ikuti saja fatwa ulama yang fatwanya melalui “Ijtihad” yang berdasarkan pada Quran dan as-Sunnah.

Kata petaka sendiri konotasinya sudah buruk, maka tidak pantas seorang muslim menghakimi seorang muslim dengan menyandarkan kata petaka yang sama saja ia memberi gelar atau sebutan ia anak sial, pembawa petaka, dan lain sebagainya. Hanya diri dan tuhan sajalah yang berhak tahu apakah kehadirannya membawa kebaikan atau keburukan. Seperti yang termaktub dalam kitab suci Umat Islam (al-Quranul Karim) surat an-Nisa’ ayat 79 : “Kebaikan apa pun yang kamu peroleh, adalah dari sisi Allah, dan keburukan apa pun yang menimpamu, itu dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu (Muhammad) menjadi rasul kepada (seluruh) manusia. Dan cukuplah Allah yang menjadi saksi”. (Allahummaghfirlii)

Apapun kebaikan yang Fatin dapatkan dalam kehidupannya, itu semata-mata dari Allah, dan keburukan yang menimpa dirinya itu adalah kesalahan daripadanya. Jikalau kebaikan yang didapatkan oleh khalayak ramai dunia nyata dan maya setelah kedatangan Fatin, tersimpan hikmah yang begitu besar yang perlu dicermati dan jikalau keburukan yang menimpa khalayak ramai dunia nyata dan maya setelah kedatangan Fatin, maka pribadi masing-masing lah yang pertama harus intropeksi. Memang, bilamana di salah satu anggota keluarga ada yang berbuat kelalaian dan kemaksiatan, maka musibah akan menimpa semua anggota keluarga itu.

Terlepas dari aktifitas Fatin yang notabene sudah masuk dalam lingkaran dunia musik/selebriti yang konotasinya sudah agak buruk karena lingkungan/pergaulan yang tidak lagi ada batasan antara perempuan dan laki-laki dalam bersikap (bersentuhan dengan yang bukan mahrom nya), dukungan dan doa akan terus mengalir deras kepadanya. Maka, seperti pepatah diatas,”Jangan salahkan Fatin nya, pertanyakanlah lingkungan dimana Fatin berada.

Terucap Alhamdulillah, sebelum masuk kedalam lingkungan yang sekarang, Fatin dibesarkan dan di didik dalam lingkungan keluarga yang cukup ketat dalam mengamalkan ajaran Islam sehingga diharapkan ia mampu memilah dan memilih lingkungan seperti apa yang akan membawa dampak positif dan meraih ridho-Nya.

Di akhir tulisan ini, sedikit berbagi kembali kepada siapa saja yang belum membaca mengenai klarifikasi atas dukungan KH. Cholil Ridwan kepada Fatin Shidqia Lubis.

http://news.fimadani.com/read/2013/05/30/kh-cholil-ridwan-klarifikasi-atas-dukungannya-pada-fatin-shidqia-lubis/

Maafkan ya jika ternyata tulisan ini kurang objektif, tidak bagus, kurang dimengerti dan menyinggung perasaan teman-teman semua… :)

WE LOVE YOU, OUR EMPATHY FOR YOU

Salam For Ya,,,,,, Foooyaaaa…….Fooyaaahhh

Tinnggg mmheee... ;D

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun