Hari berikutnya, seorang sekretaris Menteri ditangkap lantaran diduga terlibat aksi suap untuk sebuah proyek pembangunan asrama atlit. Padahal banyak rakyat yang susah cari duit, para pejabat pemegang amanah malah terlibat korupsi. LANTAS BAGAIMANA WAJAH NEGERI INI?
Hari berikutnya, asisten manajer sebuah bank swasta nasional terlibat dalam dugaan kegiatan money laundry. Tak tanggung-tanggung jumlahnya mencapai 75M. Dengan dana sebesar itu, dirinya membuat banyak perusahaan yang juga melibatkan banyak oknum pejabat negara. LANTAS BAGAIMANA WAJAH NEGERI INI?
Hari berikutnya. Direktur Keuangan anak perusahaan sebuah BUMN menggelapkan dana Rp.161M. Selain dilakukan secara kolegial karena melibatkan pihak vendor/ rekanan perusahaan, juga diduga terjadi proses money laundry disana. LANTAS BAGAIMANA WAJAH NEGERI INI?
Hari berikutnya, ibu rumah tangga meracuni anaknya lantaran kalap ditinggal suami. LANTAS BAGAIMANA WAJAH NEGERI INI?
Pada hari yang sama. Sebuah partai yang mengusung citra baik telah mengalami degradasi karakter. Mereka sudah mulai berubah dari generasi penyuara kebenaran dan nurani terjebak dalam gaya hidup di duniayang penuh dengan permisifisme dan hedonis. LANTAS BAGAIMANA WAJAH NEGERI INI?
Dan hari-hari bangsa yang minim media pembangun dan pembelajar positif ini akan kian dihiasi informasi sampah yang menjerumuskan. Namun, jangan kecil hati, ternyata terdapat pula media yang menyuarakan kepentingan kebenaran dan Keadilan. Tapi tunggu dulu, Kebenaran dan keadilan ternyata menjadi sangat lugas bagi kepentingan mereka saja. Lho kok begitu? Sebab beritanya tak jauh dari menyudutkan dan menjelekkan golongan di luar kelompok mereka.
Saat awal-awal mengenal media sebagai sarana penyaluran aspirasi, yang terjadi adalah saya muntahkan semua hal yang 'MENURUT SAYA' tidak sejalan dengan apa yang saya pahami. Segala yang 'tidak seharusnya' , akan saya hakimi secara frontal dengan pemikiran 'SEHARUSNYA'. Media menjadi sarang caci maki dan kritikan tak berbobot dan lebih cenderung mengikuti luapan emosional demi kepuasan. Itulah pemahaman yang dulu saya tahu, maklum masih terbakar jiwa muda.
Namun akhir2 ini, saya mendapati kebanyakan media menjadi ajang meluapkan berbagai keluhan dan makian. Bahkan atas nama rating, iklan dan bisnis, media seperti melacurkan idealisme pendidikan publik yang positif. Belum lagi berbagai sajian dan tayangan yang kian membuat masyarakat terjebak dalam pikiran dangkal. Saya sendiri pun ketika menulis ini, mencoba merefleksi diri apakah sedang berkeluh kesah, memaki dan menghakimi dalam koridor 'SEHARUSNYA'.
Tapi mungkin itulah sikap masyarakat yang mulai terjebak dalam episentrum relatifisme. Semua ukuran menjadi nisbi dan kita pun kehilangan makna terhadap berbagai nilai yang diyakini selama ini. Dan mungkin problema yang saya rasa ini muncul lantaran banyak media yang mulai terjebak sebagai SARANG KELUHAN dan MAKIAN. wallahu'alam bishshowwab.