Kamis (13/14) malam, pukul 21.00 WIB, Gunung Kelud yang tepatnya terletak di antara Kediri, Blitar, Malang, dan Tulungagung ditetapkan perubahan statusnya yang sebelumnya siaga menjadi awas. Benar saja, letusan dahsyatnya langsung dimuntahkan pada pukul 22.50, dan warga sekitar sudah mulai berada di pengungsian. Hujan abu mulai mengguyuri daerah sekitar dan melebar ke kota-kota sekitar.
Saat ini belum ada korban tewas yang tercatat, namun sudah besar kerugian material dan mental warga sekitar.
Sebelumnya pada tahun 1901 Gunung Kelud pernah meluapkan letusan dahsyatnya dan menyebabkan hampir 5000 orang menjadi korban tewas.
Pagi ini, Jum’at(14/14) pukul 6.30 WIB letusan Gunung Kelud masih menyisakan hujan abu yang melebar hingga Surakarta dan Yogyakarta. Langit masih terbilang gelap kemerah-merahan dan Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta pun telah meliburkan sekolah-sekolah di Yogyakarta akibat hujan abu yang masih turun, serta jarak pandang yang tak lebih dari 100 m.
Dini hari tadi, Gunung Merapi pun dikabarkan ikut bergoncang hingga Jalan Kaliurang, Sleman, DIY.
Pada kondisi seperti ini, kita yang wajib bekerja dan bepergian, sudah selayaknya berhati-hati dan menyiapkan masker serta kacamata pelindung, bahkan jas hujan jika diperlukan. Kondisi ini memang mengingatkan kita dengan kejadian hujan abu 3,5 tahun silam. Apalagi teman-teman saya yang juga duduk di bangku Kelas 3 SMP berkomentar, “Kenapa harus pas mau UN?” Haha.
Ya, saat ini saya sendiri (pukul 7.00 WIB)masih melihat langit yang juga belum terbilang cerah dan hujan abu yang masih menghujani daerah rumah saya. Kita semua berharap agar hujan abu ini segera reda, dan Gunung Kelud tidak lagi meluapkan letusannya dan tidak juga menyebabkan korban tewas, sehingga keadaan dan aktivitas dapat kembali normal seperti semula. Amin.
Ketebalan hujan abu di Yogyakarta yang mengguyuri halaman belakang rumah saya dan motor yang semalaman berada di luar, Jum’at (14/14) pukul 6.00 WIB