[caption id="" align="alignleft" width="260" caption="Ibu Muslimah"][/caption] Judul diatas yang terkesan provokatif terkadang diperlukan untuk menyadarkan makna dan arti dari sebuah pembekalan dan pendidikan dengan makna yang lebih dalam. Tahukah rekan sekalian bahwa istilah
“Guru” itu berasal dari bahasa Sansekerta yang memang tidak diterjemahkan bahkan menjadi salah satu akar pokok persamaan dalam bahasa Inggris yang sinonim dengan kata
“Teacher” / “Master” ? Yang kemudian di kreasikan dengan kata
“digugu” lan
“ditiru” ala idiom Jawa? Lalu, Pendidik itu sendiri bermakna bagaimana? Apa arti menjadi Pendidik dan menjadi Guru? Semua orang sukses dan berhasil selalu mendapat bantuan / pertolongan dari mentor yang dapat berwujud orang tua, atasan, rekan yang perhatian, pendamping, dan tentunya guru disekolah atau dosen / pengajar di kampus / universitas. Dalam idiom Bahasa Jawa pemaknaan digugu merupakan hal yang wajib dipercaya oleh para murid sedangkan ditiru bermakna dapat diteladani. Satu beban yang berat sebenarnya disandang oleh setiap insan yang bergelut dalam dunia pendidikan, karena selain tanggung jawab materi yang harus dipikul, ada tanggung jawab moral yang menyertainya dalam perilaku dan kepantasan di sekolah / lembaga pendidikan dan masyarakat. Sebelum menuju kepada fokus pendidikan, mari kita melihat sesungguhnya istilah guru lebih berfokus kepada kegiatan pewarisan ilmu yang asal muasalnya didasarkan pada ilmu religi. Seorang bisa dikatakan menjadi Guru karena memang seorang Guru dihormati karena ilmunya yang hebat, kedalaman pemahamannya yang jauh diatas rata-rata orang kebanyakan serta wawasannya yang luas terkait bidang masing-masing, entah di dunia religi atau dunia ilmu terkait. Pertanyaan menggelitik pun muncul, apakah memang menjadi Guru itu sudah pasti menjadi seorang Pendidik? Bila kita menengok ke belakang kepada peninggalan asli Putra Kebanggaan Indonesia yang bernama Ki Hadjar Dewantara, Tokoh Pendidikan Nasional kita, 3 (tiga) peng-kalimatan struktur pendidikan yang benar sudah ditanamkan jauh sebelumnya. Rekan sekalian tentu sudah mengenal kalimat-kalimat berikut,
Ing Ngarso Sung Tuladha ; Ing Madyo Mangun Karso dan Tut Wuri Handayani sebagai sebuah trilogi langkah pendidikan yang asli Indonesia dalam pengejawantahan sebuah semboyan semangat seorang Pendidik. Menjadi Pendidik bukan saja sekedar transfer ilmu pengetahuan tetapi maknanya lebih dalam lagi. Seorang Pendidik adalah seorang yang peduli kepada orang / anak yang dididiknya. Ada passion, ada kasih, ada sebuah gelora yang menyala untuk memberikan yang terbaik yang sebenarnya kurang pas digambarkan dalam
lagu satire Iwan Fals, “Oemar Bakri”. Oemar Bakrie memang seorang Guru yang melahirkan banyak menteri, irsinyur, professor, doktor dan sebagainya, tetapi apakah Oemar Bakrie seorang Pendidik? Penggambaran seorang pendidik mungkin lebih pas dialamatkan kepada
Ibu Muslimah, yang disebut Ibu Mus, tokoh sentral Pendidik dalam novel Andrea Hirata “Laskar Pelangi” yang dengan passion dan kesungguhan hati mendidik anak-anak berkekurangan di daerah Bangka Belitung ini, untuk menjadi insan yang lebih baik. Mulai dari Mahar, Ikal, Lintang, A Kiong, Kucai, semuanya ditempatkan dalam tanggung jawab Ibu Mus untuk dididik bukan hanya secara keilmuan, namun budi pekerti, semangat hidup, pembentukan karakter, yang secara tidak langsung mendidik anak menjadi agen perubahan di lingkungannya saat itu. Berbicara soal makna worldvision, mungkin mereka tidak menyadarinya, akan tetapi satu diantara 10 anak tersebut telah keluar dari himpitan ekonomi karena jasa seorang Pendidik hebat seperti Ibu Mus dan memberi wawasan worldvision dahsyat kepada segenap pembaca dan pemerhati pendidikan di Indonesia. Dengan tidak ada maksud untuk menilai evaluasi kinerja seorang Guru atau seorang Pendidik, rekan sekalian bila dapat meluangkan waktu untuk berbicara dengan guru disekolah, dosen di kampus, wali murid atau siapapun figur yang bergelut dalam dunia pendidikan jenis apapun, tanyakan tentang mengapa mereka bekerja menjadi guru? Bagaimana kondisi anak didik mereka sejauh ini? Apa yang menjadi suka duka mereka? Dan apa yang menjadi kepuasan mereka dalam hidup mereka sekarang? Seorang Pendidik tidak menutupi suka dukanya didalam dunia pendidikan, tetapi perhatikan ekspresi wajahnya ketika menjelaskan kesemuanya itu. Bagaimana dia bercerita tentang seorang anak didiknya yang kesulitan kemudian bisa dibantu, gairahnya dalam mempersiapkan bahan mengajar, panggilan hatinya untuk memberi warisan pendidikan terbaik, keinginannya agar anak didiknya dapat berhasil menjadi orang sukses atau agen perubahan mungkin, di kemudian hari, bagaimana caranya dia mendisiplin anak didiknya yang melanggar peraturan, kemudian kepeduliannya ketika anak didiknya sakit / tidak masuk sekolah dan banyak indikator yang kalau kita rasakan secara hati nurani dan naluri sebagai orang tua, kita akan dapat melihat kualitas seorang Pendidik yang baik / tidak. Untunglah di Indonesia, Departemen terkait dunia pendidikan nasional dinamakan dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan bukannya Departemen Keguruan dan Kebudayaan. Sebab di Indonesia, seorang Pendidik lebih dibutuhkan daripada seorang Guru. Seorang Pendidik akan memberikan anak didiknya, semangat untuk bertahan hidup, belajar giat menggali ilmu tanpa melupakan religi, ada penanaman budi pekerti sesuai peninggalan asli Indonesia, yaitu Gotong Royong, serta semangat kebangsaan untuk membela Negara dan Bangsa Indonesia dari ancaman dari dalam negeri serta dari negeri asing. Dan bila itu terjadi, Indonesia akan menjadi negara yang dahsyat dan kuat yang tentunya diiringi dengan senyum puas dari Ki Hadjar Dewantara di dunia sana. Salam sukses selalu, rekan sekalian! Hak Cipta Foto : MetroTV Twitter : @solusi_bijak
KEMBALI KE ARTIKEL