Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Masih Jelaskah Identitas Nasional Indonesia?

5 November 2011   04:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:02 1088 0
Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia, merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat ini. Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit, serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada. Anak – anak sebagai generasi penerus nantinya kini mulai tak mengenal identitas bangsanya sendiri. Mereka lebih hafal syair-syair lagu barat ataupun lagu-lagu dewasa yang cenderung merusak moral dan mental, dibandingkan dengan lirik – lirik lagu kebangsaan yang syarat akan makna. Jika ditanya mengenai modern dance, kebanyakan dari mereka tahu bahkan hafal di luar kepala. Namun, ketika ditanya mengenai tarian tradisional, sangat jarang yang tahu gerakannya. Jangankan gerakannya, nama tariannya saja sangat sedikit sekali yang tahu. Tidak hanya itu, sifat individualisme, tidak saling peduli, yang timbul akibat rasa egoisme diri perlahan mulai terlihat di kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya sangat tidak sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia yang terkenal ramah tamah di mata dunia. Bahkan, dampak negatif globalisasi juga secara sadar melumpuhkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia dengan datangnya budaya-budaya baru yang lagi-lagi tidak sesuai dengan jati diri Indonesia sesungguhnya. Masyarakat Indonesia saat ini justru lebih merasa bangga jika dapat menguasai bahasa asing, dibandingkan dengan mempelajari bahasa persatuan dan bahasa dearahnya sendiri. Terbukti, banyak lembaga-lembaga kursus bahasa asing bermunculan dan peserta didiknya tak pernah sepi. Sedangkan Bahasa Indonesia sendiri tak satupun terlihat tempat-tempat nonformal yang khusus mengajarkan Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia kini lebih menyepelekan bahasa sendiri. Padahal, dalam ujian nasional yang menentukan kelulusan, kerap kali nilai yang jatuh terdapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi hal-hal lain yang semakin menenggelamkan jati diri bangsa. Banyak wanita Indonesia yang mengubah warna rambutnya menjadi rambut ala dunia barat yang berwarna-warni. Padahal, rambut yang paling indah pigmen warnanya adalah rambut hitam ala Indonesia. Tak berhenti sampai disitu, globalisasi juga menyuguhkan mode-mode fashion yang sangat jauh dari budaya ketimuran. Jika dahulu kita mudah menjumpai pakaian kebaya yang dikenakan wanita sebagai pakaian harian, kini hal itu mulai bergeser perlahan. Pakaian kebaya saat ini lebih di identikkan dengan peringatan “Hari Kartini” dan pakaian ala “nenek-nenek” yang rata-rata lahir di era kemerdekaan. Hal inilah yang seharusnya kita hapuskan dari pemikiran kita. Jika India saja bisa membusungkan dada dengan Kain Saree-nya, Jepang menengadahkan kepala dengan Kimono-nya, kenapa tidak untuk Indonesia dengan Kebaya, batik atau kain songketnya?

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun