Melansir data Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), sepanjang 2019 terdapat 1.871 pengaduan konsumen. Staf Bidang Pengaduan YLKI Aji Warsito mengatakan, pengaduan konsumen tersebut terbagi menjadi dua kategori, yaitu pengaduan secara kelompok atau kolektif sebanyak 1.308 aduan dan secara individual sebanyak 563 kasus.
"Jika dikerucutkan lagi, maka akan tergambar bahwa pengaduan konsumen produk jasa finansial sangat dominan yakni 46,9 persen meliputi lima komoditas yaitu bank, uang elektronik, asuransi, leasing dan pinjaman online," kata Aji.
Belum lama ini, PT Moderen Hotel Indonesia (PT MHI) selaku pemilik dan pengelola Hotel Posto Dormire Jakarta menggugat PT Bank Central Asia Tbk Cabang Daan Mogot sebagai Tergugat dan PT Bank Central Asia Tbk sebagai Turut Tergugat di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan gugatan nomor 483/Pdt.G/2020/PN Jkt.Pst yang baru didaftarkan pada 25 Agustus 2020. Hal ini disebabkan karena Tergugat telah melakukan pemblokiran sepihak dan pendebetan saldo dari rekening BCA milik PT MHI yang telah menimbulkan kerugian baik material maupun immaterial.
Mulanya PT MHI memiliki kerjasama penggunaan Mesin EDC atau Elektronic Data Capture dengan Tergugat. Mesin EDC tersebut disediakan oleh Tergugat dan terkoneksi secara elektronik dengan server perbankan dari Hotel Posto Dormire ke BCA. Penggunaan mesin EDC yang berada di Hotel Posto Dormire selama ini berjalan dengan normal tanpa pernah ada suatu masalah apapun.
Namun pada 11 Mei 2020 BCA telah melakukan pemblokiran terhadap rekening BCA milik Penggugat. Pemblokiran rekening tersebut dilakukan secara sepihak tanpa adanya pemberitahuan sama sekali berikut alasan pemblokiran dari BCA kepada pihak hotel.
"Klien kami lalu mengajukan komplain kepada BCA untuk menanyakan maksud dan alasan pemblokiran rekening milik Penggugat secara sepihak tersebut. Selanjutnya pada tanggal 14 Mei 2020, barulah BCA mengirimkan surat pemberitahuan pemblokiran rekening kepada klien kami tanpa menyebutkan alasan dilakukan pemblokiran rekening," ujar tim kuasa hukum PT MHI, Vincent Suriadinata, SH., MH dari Mustika Raja Law Office.
Selain dari itu, pada 18 Mei 2020, terdapat surat panggilan dari Polda Metro Jaya kepada karyawan Hotel Posto Dormire untuk memberikan keterangan sebagai saksi atas adanya laporan dari pihak legal BCA terhadap Mohd Anas Bin Mohamed Hafez sesuai Laporan Polisi nomor LP/2834/V/YAN.2.5/2020/SPKT PMJ tertanggal 15 Mei 2020.
Pada saat itu kepada penyidik Polda Metro Jaya juga telah dilakukan penyerahan mesin EDC BCA dengan disertai bukti-bukti transaksi berupa tagihan kamar beserta tagihan makanan dan minuman, termasuk bukti rekaman CCTV yang membuktikan Mohd Anas Bin Mohamed Hafez dan kelompoknya melakukan aktivitas di hotel, antara lain melakukan check-in, melakukan rapat-rapat dan makan serta minum di hotel. Dan bukti-bukti tersebut telah di sita penyidik sebagai barang bukti.
"Klien kami menduga pemblokiran rekening secara sepihak oleh BCA tersebut disebabkan adanya permasalahan penyalahgunaan Mesin EDC BCA yang terjadi di Hotel Posto Dormire yang diduga dilakukan oleh Mohd Anas Bin Mohamed Hafez," terang Vincent.
Kemudian pada 4 Juni 2020 diadakan pertemuan antara pihak Hotel Posto Dormire dengan pihak BCA. Dalam pertemuan tersebut, pihak BCA tidak dapat memberikan penjelasan terhadap alasan pemblokiran yang dilakukan secara sepihak terhadap rekening milik Penggugat. Justru secara sepihak pada 9 Juni 2020, BCA mengirimkan surat pemberitahuan dan melakukan pendebetan saldo terhadap rekening BCA milik PT MHI sebesar Rp.214.103.982,- disertai dengan permintaan sisa pembayaran, karena menurut BCA telah disanggah oleh Mohd Anas Bin Mohamed Hafez yang menyatakan tidak pernah melakukan transaksi dan kegiatan di Hotel Posto Dormire.
"Klien kami menolak pernyataan BCA tersebut. Sebab berdasarkan bukti yang dimiliki klien kami bahwa Mohd Anas Bin Mohamed Hafez telah melakukan transaksi dan berkegiatan serta mengunakan fasilitas di Hotel Posto Dormire. Bahkan dari pihak Mohd Anas Bin Mohamed Hafez selaku pemilik kartu juga menyatakan tidak pernah membuat surat sanggahan sebagaimana dimaksud BCA," papar Vincent.
Sebelumnya, melalui kartu yang digunakan oleh Mohd Anas Bin Mohamed Hafez telah berhasil dilakukan pendebetan dana hingga sebanyak 5 kali transaksi melalui Mesin EDC BCA yang terdapat di Hotel Posto Domire, masing-masing tertanggal 27 Februari 2020, 8 Maret 2020, 12 Maret 2020, 18 Maret 2020, dan 31 Maret 2020 sehingga dana-dana sebanyak 5 kali transaksi tersebut telah berhasil masuk ke rekening milik PT MHI melalui sistem jaringan Mesin EDC BCA. Dan seluruh bukti dokumen transaksi tersebut telah diserahkan kepada BCA maupun penyidik Polda Metro Jaya, termasuk telah diserahkan bukti dokumen 2 kali transaksi terakhir masing-masing tertanggal 22 April 2020 dan 23 April 2020 yang belum sempat masuk melalui sistem jaringan Mesin EDC BCA ke rekening milik PT MHI.
Bahkan menurut kuasa hukum, PT MHI sudah mengupayakan pertemuan dengan pihak BCA pada 24 Juni 2020 bertempat di Menara BCA, Jakarta untuk mencari solusi atas peristiwa ini. Namun BCA tidak bersedia memberikan solusi dan atau bantuan agar permasalahan yang ada dapat diselesaikan secara baik-baik sesuai fakta yang sesungguhnya terjadi.
"Kasus pidana nya sendiri telah diputus pada 12 Oktober 2020 oleh Pengadilan Negeri Jakarta Barat dengan perkara nomor: 1117/Pid.B/2020/PN Jkt.Brt, yang isinya menyatakan Terdakwa Mohd Anas Alias Anas Bin Mohamed Hafez terbukti secara sah dan meyakinkan telah bersalah melakukan tindak pidana Penipuan yang dilakukan beberapa kali dan menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. Ini artinya klien kami menjadi korban dalam kasus ini, sehingga seharusnya akibat dari tindak pidana tersebut tidak dibebankan kepada klien kami dengan memblokir dan melakukan pendebetan secara sepihak," tegas Vincent.
PT MHI menolak dengan tegas pemblokiran rekening dan pendebetan saldo miliknya yang dilakukan BCA sehubungan dengan terjadinya penyalahgunaan Mesin EDC BCA tersebut. Mengingat mesin EDC BCA tersebut adalah milik BCA, maka sudah seharusnya BCA yang bertanggung jawab melakukan pengawasan dan pengamanan terhadap perangkat sistem elektonik pada Mesin EDC BCA tersebut sehingga transaksi berlangsung dengan aman dan tidak dapat disalahgunakan.
"BCA tidak dapat memposisikan diri sebagai korban, melainkan harus sebagai penanggung jawab dalam hal penggunaan Mesin EDC BCA ini. Sebab keamanan transaksi dan kepentingan nasabah harus diutamakan sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat pada BCA," pungkas Vincent.
Saat ini, gugatan oleh pihak PT MHI terhadap BCA baru mulai bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan pada hari Kamis, tanggal 19 November 2020 ini akan dilakukan pertemuan mediasi antara Penggugat dan Tergugat di PN Jakpus, sehingga bila tetap tidak ada titik temu, maka mungkin saja akan menjadi sorotan publik lagi terhadap kinerja industri perbankan di Indonesia, apalagi BCA adalah bank papan atas di Indonesia yang memiliki nasabah sekitar 22,5 juta dan korban terjadinya penyalahgunaan Mesin EDC BCA tersebut.