Pakaian yang dianjurkan sebagai umat muslim yakni yang menutup aurat. Mendekati idul fitri yang sudah di depan mata pun masyarakat mulai berburu pakaian lebaran.
Lautan manusia memenuhi pusat perbelanjaan baik tradisional maupun modern. Tak sedikitnya yang membeli diskon. Tak jarang juga yang berbagi atau menghadiahi baju lebaran untuk orang terkasih.
Inspirasi baju kebaran versi keluargaku yakni mengenakan pakaian gamis bagi yang perempuan. Sedangkan yang laki-laki mengenakan pakaian koko atau batik. Kalau bapak lebih memilih koko yang panjang.
Beberapa tahun terakhir ini, keluargaku kerap mengenakan outfit lebaran dengan model yang sama. Menjahit, tidak. Bisa dikatakan jarang. Lebih sering membeli di pusat perbelanjaan.
Sejak adikku kuliah di Bukittinggi, pakaian lebaran yang kami kenakan pun ia yang mencari dan membeli di Pasa Ateh Bukittinggi. Nanti, para kaka dan abangku yang sudah berkeluarga memesan agar si bungsu yang membeli.
Secara pribadi, aku lebih menyerahkan pakaian lebaran padanya. Bahkan, terkadang aku tidak membeli baju lebaran, sangking magernya berbelanja. Kadang lebaran di hari kedua menggunakan pakaian di idul fitri sebelumnya.
Baju lebaran yang dibeli di pasar tradisional tidak kalah kualitasnya dengan yang bermerk atau yang menjahit. Paling yang membedakan kebesaran. Sehingga, perlu dibawa ke tempat jahit untuk dipotong atau dikecilkan.
Selain itu baju yang dibeli di pasar, terkadang untuk yang cewe tidak ada kantongnya. Sehingga, sedikit ribet dan menjadikan kaum hawa membawa tas.
Namun, yang terpenting dari lebaran bukanlah ajang untuk memamerkan pakaian bermerk melainkan esensi hikmah lebaran. Lalu, bagaimana kenyamanan dari baju yang dikenakan serta berkumpul dengan keluarga dan bersilaturahmi dengan para tetangga dan kerabat.