-
Perempuan Penggenggam Rindu, novel karya Tia Setiawati ini ditulis pada 2017 lalu yang merupakan cetakan pertama. Dengan tebal halaman 235. Diterbitkan oleh Media Kita, ISBN 978 - 979 - 794 - 533 - 6.
Begitu menunjukan buku ini pada temanku, sempat dibilang bucin. Ya, itu sudah kuduga. Sempat ragu untuk meletakkan kembali di rak toko buku, namun rupanya rasa penasaran lebih tinggi daripada gengsi.
Dalam pikiranku sebelum baca buku ini, mungkin ini cerita perempuan yang LDR. Rupanya lebih dari itu.
Buku yang tak selesai sekali baca ini rupanya memiliki prosa yang mendalam. Tentunya berkaitan dengan perasaan perempuan baik menunggu, sudah memiliki, patah hati, dikhianati, dan semuanya terangkum dalam buku ini.
Begitu buka halaman pertama dijamin langsung pengen cepat baca halaman berikutnya. Dibuka dengan "Perempuan terlalu mencintai yang bahkan sudah pergi. Namun, buta melihat kasih yang begitu besar, yang membuat seseorang selalu tinggal."
Dilanjutkan dengan, perempuan hidup dengan penuh harapan. Bahwa di suatu hari yang disinari mentari, akan datang seorang pangeran. (Auto meleleh bacanya)
Lanjut mba Tia, bila engkau saat ini ragu atas hubungan yang tak jelas komitmennya, mengapa mau membuang waktu? Lebih baik memantapkan diri untuk jodohmu di masa depan nanti. (Tuh guys)
Kalau ditelaah, dalam sebuah hubungan harus ada komitmen yang jelas. Kemana arah dan langkahnya. Apalagi jika sudah menginjak usia seperempat abad. Mulai terasa dihantui oleh undangan yang silih berganti. Mending yang ada pasangan, lah yang jomblo.
Lagi-lagi perihal rindu. Katanya, rindu perempuan itu rindu yang tabah. Ia bahkan tak peduli sudah hari apa. Rindunya tak pernah mengambil libur sementara. Rindunya bahkan tak kenal waktu. Rindunya tak kenal hari Minggu.
Maksud mba Tia di halaman 11, "Meninggalkan yang seharusnya ditinggalkan. Lelaki, makhluk yang jarang memakai kode. Jadi, perempuan seharusnya tak perlu banyak pikir dan tanya atas maksud dan sikapnya."
Terakhir, teruntuk perempuan-perempuan hebat jangan "merendah" hanya karena lelaki menganggap kalian terlalu "tinggi". Karena sungguh bila ia serius atasmu, ia yang seharusnya memantaskan diri. Artinya, setinggi apapun dan jabatan seorang perempuan, dia tetap perempuan (menunggu).
Satu lagi, jangan salahkan perempuan dekat dengan siapa lalu jadian dengan siapa. Sebab, kamu lelaki telah membuatnya menunggu terlalu lama tanpa ketidakpastian. (Sofiah)