DikToko
(Dikembangkan dari tulisan Soetiyastoko yang lain)
Benarkah diri kita pernah cinta dan dicintai?
Cinta sejati, sayangnya, tak satu kolam dengan istilah "putus cinta" atau "perceraian."
Cinta sejati adalah rasa yang tulus, tidak pernah tentang meminta atau mengambil, tetapi selalu, hanya tentang memberi---memberikan kebahagiaan kepada orang yang dicintai, tanpa meminta imbalan.
Bayangkan ini: seorang pria berkata kepada kekasihnya,
"Aku cinta kamu, asalkan kamu jangan lupa bikin kopi tiap pagi." Itu bukan cinta sejati; itu tawar-menawar!
Cinta Sejati dan Transaksi Perasaan
Jika ada keinginan dibalas dengan hal yang sama, itu hanyalah transaksi. Cinta sejati jauh dari hal itu.
Misalnya, jika seorang pria memberikan bunga kepada pasangannya, lalu di akhir pekan ia marah karena tidak mendapatkan pijatan, itu cinta atau barter jasa?
Contoh kocak lain: Bayangkan seorang pria berkata,
"Aku mencintaimu, tapi tolong jangan habiskan kuota internetku ya."
Seolah-olah cinta bisa diukur dengan paket data!
Cinta Ibu: Cinta Tanpa Pamrih
Tidak semua ibu persis sama, tetapi seorang ibu sejati benar-benar mencintai bayinya, merawat dan membesarkannya tanpa berharap balasan.
Bayinya menangis tengah malam? Dia bangun. Bayinya buang air? Dia bersihkan.
Tanpa ada harapan bayi akan berkata, "Terima kasih ya, Bu, sudah begadang buatku."
Memang bukan berita "anomali" , jika di Media ada kabar, "Seorang ibu menjual anaknya, atau ditemukan seorang bayi hidup diselokan mampet"*.
Itu tak serta merta, bisa kita vonis sebagai "ibu yang dzolim". Sebab pasti ada masalah berat -yang- membuatnya gelap mata dan buta hati.
Iyaa, 'kan ?! Iyaa  'dong !
Di situ nurani bin  kata-hati terkubur oleh beban jiwa yang tak tertanggungkan, oleh sang ibu.
Sehingga tak mampu memunculkan cinta kasih terhadap buah hati yang tak bersalah.
Bukan tak ada cinta.