DikToko
(Soetiyastoko)
Marii kita kupas tuntas tentang etika seorang pejabat publik, dengan fokus pada niat pengabdian dan bahaya korupsi.
Demokrasi memberikan mandat kepada rakyat untuk memilih pemimpin yang diharapkan mampu membawa perubahan positif bagi bangsa.
Pejabat publik, sebagai representasi dari rakyat, sejatinya memiliki tanggung jawab moral dan konstitusional untuk mengabdikan diri sepenuhnya bagi kepentingan negara dan masyarakat.
Sayangnya, tidak sedikit kasus di mana pejabat publik justru menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Tokoh-tokoh politisi, pejabat karier, pengusaha hingga oknum penegak hukum  -yang kini- menghuni penjara, tak memungkinkan membantah paragraf di atas.
Korupsi, kolusi, dan nepotisme menjadi penyakit kronis yang menggerogoti sendi-sendi pemerintahan.
Ironisnya, sebagian besar pelaku korupsi adalah mereka yang mengaku beragama dan ber-Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila dan Agama
Pancasila sebagai dasar negara secara tegas menempatkan Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama. Hal ini menunjukkan bahwa setiap warga negara, termasuk pejabat publik, harus berpegang teguh pada nilai-nilai agama.
Agama mengajarkan kita tentang kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Korupsi jelas bertentangan dengan nilai-nilai agama manapun.
Janji Kampanye vs. Realita
Seringkali kita mendengar janji-janji manis para calon pejabat saat kampanye. Mereka berjanji akan bekerja keras untuk rakyat, memberantas korupsi, dan mewujudkan kesejahteraan.
Namun fakta banyak yang berbeda, setelah terpilih, janji-janji tersebut seringkali dilupakan.
Alih-alih mengabdi, mereka justru sibuk mencari keuntungan pribadi dan kelompok.
Contoh Ucapan yang Baik
"Kini, babak baru dimulai, untuk mendedikasikan diri lebih luas dalam pemerintahan. Dengan kerendahan hati, izinkan saya memohon dukungan, berupa masukan, kritik, nasihat, dan kolaborasi dari seluruh pemangku kepentingan, untuk Indonesia yang kita cintai dan banggakan."Â Paragraf ini dikutip dari tulisan seorang pejabat di media sosialnya.
Contoh ucapan di atas adalah contoh yang baik. Ucapan tersebut mencerminkan sikap rendah hati dan kesediaan untuk bekerja sama.
Namun, ucapan tersebut harus dibarengi dengan tindakan nyata. Harus dibuktikan.
Rakyat kini, sebagian meragukan kesungguhan janji-janji manis politisi dan partai dalam berbagai pernyataan indah, seperti contoh di atas.
Mengapa ada keraguan, di benak warga Bangsa ? Alasannya sangat sederhana dan masuk di akal -dan- sulit untuk dibantah, yaitu dari mana akan mengembalikan biaya kampanye kontestasi yang begitu besar ?
Bagaimana membalas budi para penyandang dana. Para sponsor ini tentu ingin mendapat keuntungan. Mungkin materi, mungkin juga kebijakan yang menguntungkan mereka.
Yaa ! Kita tak boleh terlalu skeptis bin  sangsi alias meragukan. Mari kita doa-kan, agar Allah Swt, arahkan mereka untuk mengabdi. Seperti Patriot yang tulangnya berserakan, antara Karawang-Bekasi. Rela mati bahkan tanpa pernah terima gaji !.
Bukankah, Allah Swt telah memerintahkan kita, untuk selalu berprasangka baik.
Janji Allah Swt, akan mengiyakan setiap prasangka hamba-Nya. Ayo, kita biasakan berprasangka baik dan berbuat baik.
Kesimpulan
Seorang pejabat publik seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat. Mereka harus memiliki integritas yang tinggi, bebas dari korupsi, dan selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi. Korupsi adalah kejahatan yang tidak hanya merugikan negara, tetapi juga merusak tatanan sosial dan moral masyarakat.
Saran
Peningkatan Transparansi:Â