DikToko
(Soetiyastoko)
Aku duduk di atas motor kreditan yang belum lunas, mesin yang sudah mulai lelah didera beban setiap hari kitari kota.
Dan tentu tak lagi setangguh dulu, ketika baru. Tapi masih tampak gagah, body bongsor - mesin 155 cc. Ibarat taksi, sepeda motorku : Limousin. Wah  ! Ojek yang gaya.
Suara knalpotnya bila menggeram, hampir tenggelam oleh hiruk-pikuk kota.
Ada saatnya hidup dihadapkan pada realitas yang mengusik hati dan pikiranku.
Realitas ini begitu dekat, begitu menekan, hingga setiap detiknya terasa seperti ujian berat yang tak kunjung usai.
Seperti siang yang terlalu terik, matahari menggantung di langit tanpa awan, menyorot tajam ke setiap jengkal bumi. Saat dahaga tak menemukan air.
Di hadapanku, jalan raya memanjang, penuh dengan kendaraan yang bergegas, seolah-olah waktu tak pernah cukup untuk dilewati.