Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi Pilihan

Puisi | Sadar: Tak Patut Iri

10 Juni 2022   07:45 Diperbarui: 10 Juni 2022   08:07 183 2
Puisi  | Sadar: Tak Patut Iri

Soetiyastoko


Berakhir sementara
kejaran malam telah sampai ke ujung fajar

Mimpi pun terkesiap
tiba-tiba
Tak ada yang bisa diingat
untuk diceritakan

Tertatih menuju tungku
jerangkan air
untuk sebulir cerita
perjalanan hari ini

Anak-mu tak terberitakan
kabar pun simpang siur

Konon kabur dari siksa algojo kapal tanker, ...
Ada yang bilang ditelan ikan hiu
Saat mengelas lambung kapal
yang terobek karang.

Duh !
Entah apa yang sebenarnya terjadi ?

Yang
pasti
bukan sedang rekreasi

Tak ada media yang peduli
tak ada yang mencari-cari-kan:
secuir daging
atau
sepotong tulang
anak-mu

Karena kau bukan sesiapa
bukan siapa-siapa

Hanya penjerang air
ber-anak-kan
pelaut,
tanpa ijazah,
yang
bermodal
piawai menyambung lembaran besi

(itu-pun belajar sendiri, saat membantu tetangga,
sang pembuat keranda)


Dan ...

Kau, hebat, ...
begitu kuat
menekan iri

Saat melihat-mendengar
berita di televisi
tetangga

Siaran itu
heboh di-ulang-ulang
diberitakan:
tenggelam saat bersenang-senang
di jernihnya sungai

(Ada sama-nya, ada  beda-nya, antara anak-nya politisi hebat, dengan anak penjerang air. Ber-tungku tanah. Tak ada lantai semen, apalagi kilau keramik di istana-nya)

Dia sadar,
tak patut
iri
tak bisa ikut
mencari
mayit anak sendiri


***

Pagedangan -  BSD, Jumat 10 Juni 2022. Setiap yang bernafas, pasti akan mati. Hanya Dia yang tahu tempat, sebab dan tanggal-nya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun