Mohon tunggu...
KOMENTAR
Puisi

Puisi: Kini

19 Mei 2022   11:46 Diperbarui: 19 Mei 2022   11:51 140 1
Puisi  |  Kini

Soetiyastoko

Rasanya baru kemarin kita diperkenalkan
oleh peristiwa
yang
masing-masing niatkan
untuk
ikuti

Dikau dan aku
satu kelompok tugas
di situ
jadi kutahu,
kau cerdas dan menawan

Kekagumanku bertambah-tambah
saat aku dibelakang-mu
menuju mushola

dan, ...

itu terjadi
saat
dhuhur, ashar, maghrib

Aku teringat pesan ibuku:
"Jadilah orang baik, jika ingin berjodoh yang baik. Tuhan akan memberi jodoh setara dirimu, ..."

Bagaimana aku tak rindu,
selalu memasak untuk-mu,
mengikatkan dasi di lehermu

Dan, dikau, ...

Memijat pundak dan betis-ku
yang
kau lihat ada lelah di situ,
maka
dikau luruh-kan
dengan
kasih tulus-mu

Aku tahu,
sebenarnya dikau-pun lelah,
dari target pekerjaan
dan
berjam-jam
di kemacetan kota

Tapi kau selalu tersenyum
dan
berkata,
"Terima kasih, telah mengurus anak-anak dengan telaten dan sabar, ..."

Kalimat-mu itu bagai puisi,
setiap kau ucapkan,
seperti
air sejuk yang binarkan ceria-ku

Hari ini, hari ketujuh kepergian-mu

Keberangkatan-mu yang terburu-buru
ke
pelabuhan udara

Ternyata dijemput malaikat
di
jalan tol

(Pagi itu tak sempat kucubit pinggang-mu, kening-ku pun kau lewatkan, tak kau kecup)

Tujuh hari dikau sudah pergi

Besok pagi hari ke-delapan
anak-mantu dan cucu
pamit pulang
kehidupan dilanjutkan

Anak-anak kembali kerja
para cucu ke sekolah

Aku tak ingin rumah ini dingin dibebat sepi
Aku tak ingin rumah ini, jadi penjara tak terkunci

Lalu,
siapa yang kupasangkan dasi,
siapa yang akan tersenyum untuk-ku

dan

luruh-kan pegal
seluruh
tubuh-ku ?

(Janji-mu, kita akan selalu bersama-sama, tapi kini kusendiri tanpa desau nafas-mu)

***

BPA, BSD, Tangerang, Jumat, 25 Maret 2022
Hening dan merinding, masuk-angin.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun