Mohon tunggu...
KOMENTAR
Lyfe Pilihan

Korupsi: Vonis 9 dan 11 Tahun Penjara

12 Januari 2022   18:28 Diperbarui: 12 Januari 2022   18:28 156 2
Korupsi : Vonis 9 Dan 11 Tahun Penjara

Soetiyastoko

Hari ini banyak media memberitakan vonis 9 dan 11 tahun penjara. Sebuah keputusan pengadilan yang sebenarnya biasa saja.

Namun menjadi perhatian awak media, dipandang sebagai berita yang layak diketahui publik. Selain tentu dipilih setelah diperkirakan mampu mengerek iklan.

Bahwa ditengah maraknya pelanggaran hukum oleh oknum yang tidak sembarangan. Pandangan tersebut sulit dibantah.

Berikut penulis kutipkan dari PIKIRAN RAKYAT -

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 11 tahun penjara terhadap penyidik KPK Stephanus Robin Pattuju.

Tentu saja sekarang sudah jadi mantan penyidik. Dengan kata lain disaat menjabat sebagai penyidik KPK, dia melakukan korupsi.

Artinya, ada bukti tak terbantahkan, bahwa ada seorang penyidik tindakan korupsi, ditindak karena melakukan korupsi.

Hakim menilai Robin bersalah lantaran telah melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap sebesar Rp11.025.077.000 dan USD36 ribu atau setara Rp11,538 miliar terkait lima kasus korupsi.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 11 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Ketua Majelis Hakim Tipikor, Djuyamto, Rabu, 12 Januari 2022.

Selain memvonis Robin 11 tahun penjara, Majelis Hakim juga menjatuhkan vonis terhadap pengacara rekannya, Maskur Husain yang turut terlibat dalam kasus tersebut.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Maskur Hisain,dengan pidana penjara selama 9 tahun dan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan," demikian keputusan itu.


Membaca berita seperti itu, ada banyak ragam reaksi.

Pertama, kelompok yang merasa optimis dan percaya bahwa proses penegakan hukum terhadap tipikor, tidak berjalan di tempat.

Mereka juga gembira, bahwa lembaga penegakan hukum, tidak mandul, dalam upaya membersihkan oknum korps yang terlibat korupsi.

Selain itu, ada keyakinan, bahwa vonis tersebut, menjadi peringatan keras. Terhadap para penegak hukum, bahwa mereka tidak kebal hukum.

Tiada maaf bagimu, para penegak hukum. Sekalipun dirimu penyidik KPK. Bila kalian kong kali kong dengan para pelanggar hukum. Kalian pasti dapat rompi oranye.

Lalu, pasti dipenjara.

Ingat, istri-mu atau suamimu, anak-mu, orangtua-mu, mertua-mu dan semua rekan kerja-mu: mereka semua menerima beban aib. Akibat ulah-mu.

Termasuk, mencoreng nama baik orang-orang yang bertugas menseleksi kamu.

Raport merah bagi lembaga tempatmu bekerja.

Kedua, kelompok yang pesimis. Mereka meyakini selain yang sudah divonis, masih banyak pelaku tipikor yang aman-aman saja. Belum tersandung, belum kena sialnya. Jadi masih bersiul-siul menikmati hasil korupsi.

Sementara bila tipikor yang tersidik dan terbukti itu setara gunung es yang terapung-apung dilaut. Maka yang tidak terlihat, alias terbenam, adalah sembilan kali lipat.

Bahkan ada yang berasumsi, jumlahnya tidak seperti itu. Jauh lebih banyak.

Kelompok pesimis ini pun, sulit untuk percaya bahwa proses pembersihan diri sendiri ini, mampu benar-benar meminimalisir tipikor.

Orang-orang berkedudukan tinggi dan memiliki kewenangan tinggi, mestinya menghadirkan keadilan, kejujuran serta kesejahteraan. Ternyata jauh rupa dari panggang. Itu pendapat mereka.

Dalam Kompasiana, ini ada artikel yang mengulas korupsi dana Bos oleh kepala sekolah. Dana bantuan itu sekilas yang dikorupsi dari jatah seseorang, amat kecil. Tetapi setelah dikalikan sekian, jumlahnya luar biasa.

Meski 1 rupiah saja, korupsi tetaplah korupsi, tulisnya.

Meniadakan korupsi sampai semua orang jadi suci, adalah mimpi. Bahkan untuk meminimalisir saja kita belum tahu, kapan bisa tercapai.

Kita perlu melibatkan banyak pihak, banyak kementrian. Bahkan semua warga bangsa, agar prilaku destruktif bin maksiat ini, menurun angka kejadiannya.

Kalaupun semua lembaga penegak hukum mengerahkan seluruh potensinya. Penjara pasti tidak mampu menampung para terhukum tipikor.

Berapa penjara sejenis panjara Sukamiskin yang konon "wah" itu, harus dibangun ?

Barangkali diantara pembaca artikel ini, ada yang mau membantu memperkirakannya.

Kalau saja, semua pejabat meyakini bahwa tipikor itu maksiat. Dan mereka takut kepada Penciptanya, ....
Pasti mulut dan lidahnya mencecap, uang hasil korupsi lebih asem dan busuk dibanding, kotoran kucing.

Tapi, mereka tidak takut pada Tuhan-nya.

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun