sebagai seorang dari sekian banyak "pasukan elit" dia diterjunkan ke kancah peperangan dengan medan hutan rimba, berbekal misi untuk mengeliminir semua anasir-anasir pengganggu ketentraman dan kenyamanan masyarakat rimba yang berpuluh tahun sudah dijajah oleh teroris-teroris sosioekonomi yang ada dibawah kekuasaan para kartel dan sindikat. tanpa harus membuang waktu untuk melakukan surveilance dan hanya mengandalkan data informasi yang diterima dari komandonya (yang ternyata out of date alias jadul bin abal-abal) mulailah dia memulai "peperangan" itu.
dan ternyata, seperti yang sudah biasa dihadapi oleh "pasukan elit", dia harus berjibaku sendiri, tanpa support apapun dari komandonya. Digasaknya kadis , ditendangnya lurah, dibantingnya camat, dan masih banyak lagi "korban"nya.
Dan ketika ia diberondong dengan isu SARA, dimortir dengan isue korupsi bus karatan, dibom dengan penolakan ormas, tak secuilpun back up dari komandonya, bahkan dia di"deny" sebagai pembangkang yang tak kooperatif.
Dia tetap berjuang mewujudkankan misinya, walau dia tak tahu apakah cukup waktu untuk menuntaskannya. Sendirian dengan amunisi terbatas, sementara masyarakat rimba yang dibelanya hanya bersorak sorak memberi semangat semu melalui media dan media sosial tanpa pernah ada dukungan riil , seperti penonton sepakbola yang bersorak dan bertepuk tangan tanpa meninggalkan tempat duduknya. Sampai kapan dia bertahan??
