Mohon tunggu...
KOMENTAR
Sosbud

Saat Yogyakarta Inginkan Pisah dari NKRI

26 Maret 2012   04:42 Diperbarui: 25 Juni 2015   07:28 1151 0
Memang itu merupakan kalimat yang kemudian tercetus dari lisan GBPH Prabukusumo usai menghadiri Apel Siaga Rakyat Yogyakarta Pro Penetapan di Alun-alun Puro Pakualam, Minggu (25/3/2012). Beberapa kalangan menyebut bahwa itu hanya kalimat 'milik' keraton, bukan murni suara rakyat Yogyakarta. Sedang sebagian lagi justru menuding bahwa itu merupakan ekspresi ketakutan pihak keraton sendiri karena takut kehilangan kekuasaan. Tak kurang, sebagian malah berpandangan bahwa jika rancangan UU KDIY disahkan, justru kian menutup pintu untuk masyarakat di luar keraton berpeluang untuk juga bisa menjadi gubernur di daerah istimewa tersebut. Namun, saya kira tudingan-tudingan yang menjadi ekses dari pernyataan pihak dalam keraton tersebut, bukan kalimat yang keluar dari masyarakat Yogya sendiri. Sebab, keraton/karaton bagi masyarakat Yogya adalah inspirasi, ia menjadi kekuatan (lih: Pertumbuhan Kota Yogyakarta, Yogya Post 30 Mei 1990). Maka, ketika satu pernyataan datang dari dalam keraton, tidak bisa dihindari, itu akan demikian membawa pengaruh kepada masyarakat Yogyakarta pada umumnya. Karena, terlepas bahwa modernitas telah demikian merangsek hingga ke bagian paling pelosok daerah tersebut, tetapi secara spirit, mereka dan keraton bisa dikatakan laiknya api dengan panasnya. Bahwa, satu dan lainnya identik. Meski sejauh ini belum terdengar pernyataan tertentu dari Ngarso Dalem atau Sultan Hamengku Buwono X. Tetap saja, akhirnya, kembali pada pemerintah pusat, apakah akan begitu saja menafikan suara-suara yang mengarah pada perpecahan tersebut? Atau mengambil sikap sesegera mungkin dan secara arif memberikan jawaban sebagai apresiasi  kepada masyarakat Yogyakarta? Rakyat Indonesia di belahan lain mengarahkan mata ke sana. (Follow: @zoelfick) Sumber gambar: Kompas.com

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun